Bagaimana Pendiri/Pemimpin Menciptakan Budaya Organisasi
Bab 13 buku “Organizational Culture and Leadership” karya Edgar Schein membahas secara mendalam bagaimana pendiri dan pemimpin organisasi menciptakan budaya organisasi. Schein berargumen bahwa budaya organisasi bukanlah sesuatu yang muncul secara spontan, melainkan hasil dari tindakan-tindakan sadar dan tidak sadar para pemimpin, khususnya pendiri organisasi. Bab ini mengilustrasikan bagaimana asumsi, nilai, dan perilaku pemimpin tertanam dalam organisasi dan membentuk budaya yang unik.
Dalam bukunya ini, Schein mengidentifikasi tiga sumber utama pembentukan budaya organisasi:
- Keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri: Pendiri organisasi, dengan pengalaman dan kepribadian mereka, membawa serta seperangkat keyakinan, nilai, dan asumsi yang secara signifikan membentuk arah awal organisasi. Aspek ini meliputi pandangan mereka terhadap dunia, peran organisasi dalam dunia tersebut, sifat manusia, hubungan antar manusia, penentuan kebenaran, dan manajemen waktu dan ruang.
- Pengalaman belajar anggota kelompok: Seiring organisasi berkembang, anggota kelompok belajar dari pengalaman bersama mereka, baik keberhasilan maupun kegagalan. Pengalaman ini membentuk asumsi dan nilai bersama yang memperkuat atau memodifikasi asumsi-asumsi awal pendiri.
- Keyakinan, nilai, dan asumsi yang dibawa anggota dan pemimpin baru: Anggota dan pemimpin baru membawa budaya mereka sendiri, yang dapat memengaruhi dan mengubah budaya yang telah ada.
Pemimpin akan berusaha melakukan penanaman budaya kepada organisasi yang mereka pimpin. Schein menguraikan berbagai mekanisme yang digunakan pemimpin untuk menanamkan keyakinan, nilai, dan asumsi mereka ke dalam organisasi. Mekanisme ini dibagi menjadi dua kategori: mekanisme penanaman utama dan mekanisme penguatan dan artikulasi sekunder.
Mekanisme Penanaman Utama:
- Perhatian, pengukuran, dan pengendalian: Apa yang diperhatikan, diukur, dan dikendalikan pemimpin secara rutin mengirimkan pesan kuat tentang prioritas dan nilai-nilai mereka. Konsistensi dalam perhatian ini sangat penting.
- Reaksi terhadap kejadian penting dan krisis organisasi: Bagaimana pemimpin bereaksi terhadap krisis mengungkapkan asumsi mendasar mereka dan menciptakan norma-norma baru. Reaksi emosional, meskipun tidak selalu terang-terangan, menyampaikan pesan yang kuat kepada bawahan.
- Alokasi sumber daya: Cara pemimpin mengalokasikan anggaran dan sumber daya lainnya mencerminkan keyakinan dan prioritas mereka. Misalnya, penekanan pada inovasi akan terlihat dalam alokasi sumber daya untuk R&D.
- Peragaan peran, pengajaran, dan pelatihan: Perilaku pemimpin, baik formal maupun informal, berfungsi sebagai contoh bagi bawahan. Pelatihan dan bimbingan yang diberikan oleh pemimpin juga menanamkan nilai-nilai dan asumsi mereka.
- Alokasi penghargaan dan status: Sistem penghargaan dan promosi mengkomunikasikan dengan jelas apa yang dihargai oleh organisasi. Apa yang dihargai dan dihukum, serta bentuk penghargaan dan hukumannya, menyampaikan pesan budaya yang kuat.
- Perekrutan, seleksi, promosi, dan pengucilan: Proses perekrutan dan promosi cenderung memilih individu yang sesuai dengan asumsi dan nilai-nilai yang ada, memperkuat budaya yang sudah ada. Pengucilan, seperti pemecatan, juga mengirimkan pesan budaya yang jelas.
Mekanisme Penguatan dan Artikulasi Sekunder:
- Desain dan struktur organisasi: Struktur organisasi mencerminkan asumsi pemimpin tentang cara kerja yang paling efektif.
- Sistem dan prosedur organisasi: Rutin, prosedur, laporan, dan formulir yang digunakan sehari-hari memperkuat asumsi budaya.
- Upacara dan ritual organisasi: Acara-acara khusus dan ritual yang dipraktikkan di organisasi dapat memperkuat nilai-nilai dan asumsi budaya.
- Desain ruang fisik, fasad, dan bangunan: Desain fisik organisasi dapat menyampaikan pesan budaya yang kuat.
- Kisah tentang peristiwa dan tokoh penting: Kisah-kisah yang diceritakan di organisasi dapat memperkuat asumsi dan nilai-nilai budaya.
- Pernyataan resmi tentang filosofi, kredo, dan piagam organisasi: Pernyataan tertulis tentang nilai-nilai dan tujuan organisasi dapat membantu memperkuat dan mengartikulasikan asumsi budaya.
Bab ini juga menyajikan beberapa studi kasus untuk mengilustrasikan bagaimana pendiri dan pemimpin menciptakan budaya organisasi dan dinamika di dalamnya, antara lain, Sam Steinberg, yang merupakan pemimpin perusahaan jaringan toko swalayan, menunjukkan bagaimana seorang pendiri dapat menanamkan nilai-nilai dan asumsi yang kuat melalui pengawasan yang ketat dan contoh pribadi. Namun, konflik internal yang tidak terselesaikan pada akhirnya melemahkan kinerja perusahaan. Kemudian Ken Olsen, pendiri Digital Equipment Corp, menunjukkan bagaimana seorang pendiri dapat menciptakan budaya yang kuat yang mendorong inovasi, tetapi juga dapat menjadi disfungsional seiring perubahan lingkungan. Dan juga Apple, IBM, serta HP yang menunjukkan bagaimana budaya organisasi dapat dipengaruhi oleh latar belakang pendiri dan evolusi organisasi.
Secara umum, bab 13 menekankan bahwa budaya organisasi adalah hasil dari tindakan para pemimpin, terutama pendiri organisasi. Pemimpin dapat menggunakan berbagai mekanisme untuk menanamkan asumsi, nilai, dan perilaku mereka ke dalam organisasi, membentuk budaya yang unik dan berpengaruh pada keberhasilan atau kegagalan organisasi tersebut. Konsistensi dalam tindakan pemimpin sangat penting dalam membentuk budaya organisasi yang kuat dan koheren. Namun, bab ini juga menunjukkan bagaimana budaya yang awalnya berfungsi baik dapat menjadi disfungsional seiring perubahan lingkungan dan pentingnya pemimpin untuk beradaptasi dan mengelola perubahan budaya.