Resensi Buku

Memahami Mastery: Kunci Motivasi Tipe I dalam Buku “Drive” karya Daniel H. Pink

Bab 5 buku “Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us” karya Daniel H. Pink membahas secara mendalam elemen kedua dari perilaku Tipe I (intrinsik), yaitu mastery atau penguasaan. Pink menjelaskan bahwa mastery bukan sekadar mencapai kesuksesan, melainkan sebuah perjalanan tak berujung untuk terus meningkatkan kemampuan dalam bidang yang bermakna. Bab ini mengaitkan mastery dengan konsep flow (aliran), sebuah keadaan mental optimal di mana tantangan seimbang dengan kemampuan seseorang, menghasilkan fokus dan kepuasan yang tinggi.

Pink mengutip penelitian Mihaly Csikszentmihalyi, yang memperkenalkan konsep flow melalui metode pengambilan sampel pengalaman (Experience Sampling Method). Csikszentmihalyi menemukan bahwa pengalaman flow sering kali terjadi ketika seseorang terlibat dalam aktivitas yang menantang tetapi masih berada dalam jangkauan kemampuannya. Dalam keadaan flow, waktu terasa berlalu cepat, dan individu sepenuhnya terbenam dalam aktivitas tersebut.

Lebih lanjut, Pink menjelaskan tiga hukum mastery:

Hukum pertama, Mastery adalah pola pikir. Penelitian Carol Dweck menunjukkan bahwa keyakinan seseorang tentang kemampuannya (“self-theories”) sangat memengaruhi pencapaiannya. Individu dengan mindset entitas (entity theory) percaya bahwa kemampuan adalah tetap dan terbatas, sementara mereka yang memiliki mindset inkremental (incremental theory) percaya bahwa kemampuan dapat ditingkatkan melalui usaha. Mindset inkremental, yang menekankan pembelajaran dan pertumbuhan, lebih kondusif untuk mencapai mastery.

Hukum kedua, mastery adalah rasa sakit. Mencapai mastery membutuhkan usaha keras dan gigih dalam jangka waktu panjang. Anders Ericsson mendefinisikan “latihan yang disengaja” (deliberate practice) sebagai kunci untuk mencapai keahlian tingkat tinggi. Latihan ini memerlukan pengulangan, umpan balik yang kritis, dan fokus pada area yang perlu ditingkatkan. Proses ini seringkali berat dan tidak menyenangkan, tetapi hal tersebutlah yang menjadi kunci pencapaian mastery.

Sedangkan yang terakhir, mastery adalah Asimtot. Mastery digambarkan sebagai asimtot, yaitu suatu titik yang dapat didekati tetapi tidak pernah sepenuhnya tercapai. Seperti seorang seniman yang terus berupaya menyempurnakan karyanya, individu yang mengejar mastery selalu berupaya untuk menjadi lebih baik, meskipun kesempurnaan mutlak tidak mungkin dicapai. Keindahan mastery terletak pada proses pencarian dan perbaikan yang berkelanjutan.

Pink kemudian menggarisbawahi pentingnya flow dalam mencapai mastery. Flow dapat membantu seseorang bertahan dalam tantangan yang berat dan menemukan kepuasan dalam prosesnya. Organisasi yang cerdas menciptakan lingkungan yang mendukung flow dengan memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuan karyawan (“Goldilocks tasks”) dan memungkinkan karyawan untuk membentuk kembali tugas-tugas yang membosankan sehingga lebih menarik dan menantang.

Sebagai penutup, Pink menekankan bahwa mastery bukan sekadar tujuan, melainkan sebuah proses yang berkelanjutan. Ia menggambarkan flow sebagai “oksigen jiwa”, yang sangat dibutuhkan untuk kesejahteraan dan produktivitas. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung otonomi, mastery, dan tujuan, organisasi dapat membantu karyawan mencapai potensi penuh mereka dan merasakan kepuasan yang lebih besar dalam pekerjaan mereka. Anak-anak, secara alami, memiliki kemampuan ini. Tantangannya adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ini saat mereka tumbuh dewasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *