Resensi Buku

Budaya Makro, Subkultur, dan Mikrokultur: Menjelajahi Konteks Budaya Organisasi

Pada kesempatan ini kita akan membahas sebagian isi dari buku “Organizational Culture and Leadership” karya Edgar H. Schein. Pembahasan ini membahas pengaruh budaya makro dan subkultur terhadap budaya organisasi. Pembahasan ini akan menjelaskan bagaimana budaya makro, subkultur, dan mikrokultur berinteraksi dan membentuk konteks budaya organisasi, serta implikasi bagi pemimpin dalam memahami dan mengelola dinamika tersebut.

Budaya Makro: Menentukan Konteks

Bab ini menjelaskan bahwa budaya organisasi tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam konteks budaya makro yang lebih luas. Budaya makro meliputi budaya nasional, etnis, dan kelompok agama, serta budaya profesi yang berlaku secara global. Budaya makro ini memberikan pengaruh besar terhadap budaya organisasi, membentuk asumsi dasar, nilai, dan norma yang dianut oleh organisasi.

Sebagai contoh, DEC (Digital Equipment Corporation) merupakan perusahaan Amerika yang didirikan oleh insinyur listrik, sementara Ciba-Geigy adalah perusahaan Swiss-Jerman yang didirikan oleh insinyur kimia dan ahli kimia. Kedua perusahaan ini menunjukkan bagaimana budaya nasional dan profesi berpengaruh terhadap budaya organisasi. Budaya Amerika yang individualistis dan pragmatis tercermin dalam budaya DEC, sementara budaya Swiss-Jerman yang lebih hierarkis dan terstruktur terlihat jelas dalam budaya Ciba-Geigy.

Subkultur: Membentuk Dinamika Internal

Selain budaya makro, budaya organisasi juga dipengaruhi oleh berbagai subkultur yang ada di dalamnya. Subkultur terbentuk berdasarkan unit fungsional, tingkatan hirarki, kelompok geografis, atau pengalaman bersama.

Berbicara subkultur fungsional, setiap unit fungsional, seperti produksi, keuangan, penjualan, dan riset, memiliki budaya tersendiri yang dipengaruhi oleh teknologi, pekerjaan, dan pendidikan para anggotanya. Contohnya, subkultur IT (Information Technology) biasanya memiliki asumsi dasar yang berbeda dengan subkultur operator dan eksekutif, seperti prioritas terhadap kecepatan, efisiensi, dan kontrol data.

Kemudian subkultur hierarkis, setiap tingkatan hirarki memiliki asumsi dasar yang berbeda berdasarkan pengalaman dan tanggung jawab mereka. Misalnya, subkultur eksekutif biasanya berfokus pada keuangan dan pertumbuhan, sementara subkultur manajer tingkat menengah lebih fokus pada koordinasi dan pelaksanaan tugas.

Lokasi geografis juga dapat membentuk subkultur karena pengaruh budaya lokal dan kondisi bisnis. Misalnya, subkultur di kantor cabang perusahaan yang terletak di negara lain akan dipengaruhi oleh budaya dan peraturan setempat.

Subkultur ini berbagi banyak asumsi dengan budaya organisasi secara keseluruhan, tetapi juga memiliki asumsi tambahan yang unik berdasarkan tugas, profesi, atau pengalaman mereka. Memahami subkultur ini penting karena dapat menjelaskan berbagai konflik dan kesulitan dalam komunikasi antar unit dan tingkatan dalam organisasi.

Mikrokultur: Meningkatkan Kolaborasi

Di bagian ini penulis juga membahas fenomena mikrokultur yang muncul dalam kelompok kecil dengan tugas dan sejarah bersama. Mikrokultur ini biasanya berkembang dalam kelompok yang membutuhkan kerjasama tinggi, seperti tim sepak bola atau tim bedah.

Mikrokultur ini memiliki karakteristik tersendiri dalam hal asumsi dasar, norma, dan cara kerja. Mereka cenderung menolak orang luar dan mengintegrasikan anggota baru dengan cepat.

Dalam konteks globalisasi dan kompleksitas teknologi yang semakin tinggi, kelompok multikultural yang melibatkan anggota dari berbagai budaya makro dan profesi menjadi semakin umum. Kelompok-kelompok ini dapat dianggap sebagai mikrokultur dan membutuhkan pendekatan khusus untuk membangun kerja tim yang efektif.

Implikasi bagi Pemimpin

Memahami budaya makro, subkultur, dan mikrokultur sangat penting bagi pemimpin dalam mengelola dinamika budaya organisasi. Pemimpin harus menyadari konteks budaya. Pemimpin harus memahami pengaruh budaya makro, seperti budaya nasional dan profesi, terhadap organisasi.

Pemimpin juga harus mengenali dan memahami subkultur yang ada dalam organisasi, serta potensi konflik dan kesulitan komunikasi yang dapat terjadi antar subkultur. Dan yang terakhir, pemimpin harus membangun kolaborasi yang efektif antar budaya makro dan subkultur dalam organisasi, melalui dialog, pelatihan, dan program pengembangan.

Penutup

Penting untuk diingat bahwa budaya organisasi merupakan fenomena yang dinamis dan kompleks. Pemahaman yang mendalam tentang budaya makro, subkultur, dan mikrokultur merupakan kunci bagi pemimpin untuk menciptakan lingkungan organisasi yang adaptif, inovatif, dan produktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *