Balanced Scorecard

Menerapkan Program Manajemen Balanced Scorecard

Dalam konsep Balanced Scorecard yang dicetuskan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton dijelaskan juga bagaimana perusahaan dapat mengintegrasikan Balanced Scorecard (BSC) ke dalam sistem manajemen untuk mencapai keselarasan strategis dan pembelajaran. Penjelasan ini menekankan pergeseran paradigma dari sistem manajemen tradisional berbasis perintah dan kontrol menuju sistem yang menekankan pembelajaran strategis dan adaptasi.

Tantangan Sistem Manajemen Tradisional:

Kaplan dan Norton mengidentifikasi empat hambatan utama dalam implementasi strategi menggunakan sistem manajemen tradisional:

  1. Visi dan strategi yang tidak dapat ditindaklanjuti: Kurangnya kejelasan dan konsensus mengenai bagaimana menerjemahkan visi dan misi menjadi tindakan konkret menyebabkan fragmentasi dan suboptimisasi upaya.
  2. Strategi yang tidak terhubung dengan tujuan departemen, tim, dan individu: Tujuan departemen tetap fokus pada anggaran keuangan jangka pendek, mengabaikan pembangunan kemampuan jangka panjang yang diperlukan untuk mencapai tujuan strategis.
  3. Strategi yang tidak terhubung dengan alokasi sumber daya: Proses perencanaan strategis jangka panjang dan penganggaran jangka pendek terpisah, mengakibatkan alokasi dana dan modal yang tidak selaras dengan prioritas strategis.
  4. Umpan balik yang bersifat taktis, bukan strategis: Sistem umpan balik hanya berfokus pada kinerja operasional jangka pendek dan ukuran keuangan, mengabaikan indikator implementasi dan keberhasilan strategi jangka panjang.

Balanced Scorecard sebagai Solusi:

Kaplan dan Norton berpendapat bahwa BSC dapat mengatasi hambatan-hambatan ini dengan mengintegrasikan empat proses manajemen strategis:

  1. Mengklarifikasi dan menerjemahkan visi dan strategi: BSC menerjemahkan visi dan strategi perusahaan menjadi tujuan dan ukuran operasional yang spesifik, menciptakan pemahaman dan komitmen bersama di seluruh organisasi.
  2. Mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan dan ukuran strategis: BSC memfasilitasi komunikasi strategi ke seluruh tingkat organisasi, menghubungkan tujuan strategis dengan tujuan departemen, tim, dan individu.
  3. Merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan inisiatif strategis: BSC mengintegrasikan perencanaan strategis dan penganggaran tahunan, menetapkan target ambisius (stretch targets) untuk ukuran kinerja, dan mengidentifikasi inisiatif strategis untuk mencapai target tersebut.
  4. Meningkatkan umpan balik dan proses pembelajaran strategis: BSC memfasilitasi proses pembelajaran strategis melalui tinjauan berkala yang menganalisis kinerja, menguji hipotesis, dan beradaptasi dengan kondisi yang berkembang.

Proses Implementasi:

Kaplan dan Norton menyarankan pendekatan bertahap untuk mengimplementasikan program manajemen BSC. Langkah-langkahnya meliputi:

  • Menentukan tujuan program BSC: Menentukan alasan spesifik di balik implementasi BSC, misalnya peningkatan keselarasan strategis, fokus yang lebih tajam, atau pengembangan kepemimpinan.
  • Menentukan target yang ambisius: Menetapkan target yang menantang namun realistis untuk ukuran kinerja, mempertimbangkan keterkaitan antar ukuran dan keterbatasan sumber daya.
  • Mengidentifikasi dan merasionalisasi inisiatif strategis: Mengidentifikasi inisiatif yang akan memberikan dampak signifikan pada tujuan strategis, dengan mengabaikan inisiatif yang kurang penting.
  • Mengidentifikasi inisiatif lintas bisnis yang kritis: Mengidentifikasi inisiatif yang akan memberikan manfaat sinergis bagi berbagai unit bisnis atau perusahaan induk.
  • Menghubungkan dengan alokasi sumber daya dan anggaran tahunan: Menghubungkan rencana strategis jangka panjang dengan pengeluaran diskresioner dan kinerja anggaran jangka pendek (milestone) untuk tahun mendatang.

Peran Penting Komunikasi:

Perlu ditekankan dalam hal ini, pentingnya komunikasi yang efektif untuk mengkomunikasikan visi, strategi, dan tujuan BSC kepada seluruh karyawan. Program komunikasi yang komprehensif dan berkelanjutan, termasuk penggunaan berbagai media seperti brosur, buletin, dan jaringan elektronik, sangat penting untuk menciptakan pemahaman dan komitmen bersama.

Pentingnya Sistem Imbalan:

Penting untuk menghubungkan sistem imbalan dengan ukuran BSC. Meskipun pendekatan ini memiliki risiko, menghubungkan kompensasi dengan pencapaian tujuan BSC mendorong komitmen dan keselarasan strategis. Kaplan dan Norton menyarankan pendekatan yang mempertimbangkan baik ukuran kinerja jangka pendek maupun jangka panjang, dengan mempertimbangkan juga faktor-faktor kualitatif.

Proses Pembelajaran Strategis:

Proses pembelajaran strategis merupakan elemen kunci dalam sistem manajemen BSC. Proses ini mencakup:

  • Kerangka kerja strategis bersama: Membangun pemahaman bersama tentang strategi dan bagaimana setiap aktivitas berkontribusi pada tujuan keseluruhan.
  • Umpan balik strategis: Mengumpulkan data kinerja, menguji hipotesis tentang keterkaitan antar ukuran, dan mengidentifikasi penyimpangan dari rencana.
  • Pemecahan masalah berbasis tim: Menganalisis data kinerja, mempelajari pelajaran, dan beradaptasi dengan kondisi yang berkembang.

Kesimpulannya, implementasi program manajemen BSC merupakan proses transformatif yang memerlukan kepemimpinan yang kuat, komunikasi yang efektif, dan komitmen dari seluruh tingkat organisasi. Dengan mengintegrasikan BSC ke dalam sistem manajemen, perusahaan dapat menciptakan keselarasan strategis, meningkatkan pembelajaran, dan mencapai kinerja yang unggul.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *