Menjadi Pemimpin yang Memersatukan: Menolak Godaan untuk Mengkritik Atasan
Dalam dinamika kepemimpinan, sering kali muncul godaan halus untuk mengkritik manajemen tingkat atas di hadapan anggota tim. Perilaku ini, yang mungkin dianggap sebagai cara untuk mencari dukungan atau membangun kedekatan, justru merupakan tindakan yang merusak dan kontra-produktif. Seorang pemimpin sejati justru dituntut untuk memiliki kedewasaan dan keberanian dalam mendukung hierarki organisasi, karena dampak dari setiap ucapan seorang pemimpin memiliki resonansi yang kuat terhadap moral dan kepercayaan tim.
Godaan yang Menyesatkan dan Pesan yang Disampaikan
Pada awalnya, mengkritik atasan mungkin terasa seperti sebuah strategi untuk membangun ikatan dengan tim dengan posisi sebagai “sesama korban.” Namun, pendekatan ini adalah jebakan. Alih-alih membangun loyalitas, yang terbentuk adalah fondasi ketidakpercayaan. Ketika seorang pemimpin mengkritik manajemen di belakang mereka, tim akan menerima tiga pesan negatif yang merusak. Pertama, mereka akan mulai memandang organisasi secara keseluruhan sebagai entitas yang tidak dapat dipercaya. Kedua, tim akan menganggap bahwa manajemen adalah pihak yang menentang mereka, menciptakan mentalitas “kami versus mereka.” Ketiga, tindakan ini justru menggambarkan sang pemimpin sebagai pribadi yang lemah dan tidak berdaya dalam struktur organisasi, yang pada akhirnya mengikis wibawanya sendiri.
Dampak jangka panjang dari kebiasaan ini sangatlah serius. Meskipun kritik tersebut mungkin menciptakan ikatan semu di antara sesama karyawan level bawah, ikatan itu dibangun di atas dasar yang keliru, yaitu persepsi sebagai korban. Hal ini menyebabkan masalah kepercayaan yang mendalam dan mengikis rasa hormat terhadap integritas organisasi. Salah satu indikator kuat dari mentalitas ini adalah penggunaan kata “mereka” secara konsisten untuk merujuk pada manajemen tingkat atas. Kata ini dengan tegas memperkuat tembok pemisah, mengisolasi tim, dan memperkuat narasi bahwa mereka disalahpahami dan menjadi korban dari keputusan-keputusan di atas.
Prinsip Kepemimpinan yang Memersatukan
Lantas, apa alternatif dari godaan ini? Jawabannya terletak pada prinsip kepemimpinan yang memersatukan. Seorang pemimpin sejati memiliki keberanian untuk mewakili dan mendukung manajemen tingkat atas, bahkan ketika menghadapi tekanan atau ketidaksepakatan internal. Perbedaan mendasar terletak pada pilihan kata. Pemimpin yang memersatukan tidak akan pernah menggunakan kata “mereka” untuk merujuk kepada pejabat senior. Sebaliknya, ia akan menggunakan kata “kita.” Kata “kita” ini sangat powerful karena menyiratkan kesatuan, tanggung jawab bersama, dan bahwa seluruh lini dalam organisasi bergerak menuju tujuan yang sama.
Dengan menolak godaan untuk mengkritik dan memilih untuk mendukung manajemen dengan bijak, seorang pemimpin membangun fondasi yang lebih kokoh. Kepercayaan dari tim akan tumbuh karena mereka melihat konsistensi dan integritas. Moral kerja meningkat karena lingkungan yang tercipta adalah lingkungan yang positif dan solutif, bukan penuh dengan keluhan dan sinisme. Pada akhirnya, kepemimpinan bukan tentang mencari kambing hitam atau membangun persekutuan berdasarkan ketidakpuasan, melainkan tentang memimpin dengan contoh, memelihara kepercayaan, dan memperkuat organisasi dari dalam sebagai satu kesatuan yang solid.