Resensi Buku

Google dan Revolusi Manajemen yang Dimulai dengan OKRs

Pembahasan ini mengulas secara mendalam Bab 1 dari buku Measure What Matters karya John Doerr, yang berjudul “Google, Meet OKRs”. Bab ini mengisahkan sebuah pertemuan bersejarah pada tahun 1999 yang mengubah arah perusahaan teknologi yang masih sangat muda, Google. John Doerr, seorang pemodal ventura yang berpengalaman, datang untuk bertemu dengan dua pendirinya, Larry Page dan Sergey Brin. Saat itu, Google baru berusia satu tahun, digerakkan oleh misi ambisius untuk “mengatur informasi dunia dan membuatnya dapat diakses dan bermanfaat secara universal.” Page dan Brin adalah visioner dengan semangat kewirausahaan yang membara, namun mereka menyadari bahwa ide brilian saja tidak cukup; mereka membutuhkan kerangka kerja manajemen yang kuat untuk mengarahkan energi dan pertumbuhan perusahaan yang eksplosif.

Melihat potensi luar biasa yang dimiliki Google, Doerr pun membawa sebuah “hadiah” yang telah teruji: sistem OKR (Objectives and Key Results). Sistem ini bukanlah hal baru baginya; ia telah mempelajari dan mengaplikasikannya selama masa jabatannya di Intel. Dalam presentasinya, Doerr dengan jelas memaparkan esensi dari OKR. Objective (Tujuan) adalah jawaban atas pertanyaan “Apa” yang ingin kita capai. Sebuah Objective haruslah sesuatu yang signifikan, konkret, mampu mendorong tim untuk bertindak, dan yang terpenting, inspiratif. Sementara itu, Key Results (Hasil Utama) adalah terjemahan dari “Bagaimana” kita mencapai tujuan tersebut. Mereka harus spesifik, terikat waktu, agresif namun masih dalam batas realistis, dan yang paling krusial—terukur. Sebagai contoh, Doerr bahkan membuat OKR untuk dirinya sendiri dalam misi memperkenalkan sistem ini ke Google, dengan Key Results seperti menyelesaikan presentasi tepat waktu dan mendapatkan persetujuan untuk masa uji coba tiga bulan.

Larry Page dan Sergey Brin langsung menyambut OKRs dengan antusias. Mereka melihatnya sebagai prinsip pengorganisasian yang selama ini mereka cari—sebuah kompas yang dapat menjaga perusahaan tetap pada jalurnya meski dihantam badai persaingan atau pertumbuhan yang sangat cepat. Hampir dua dekade kemudian, bukti kesuksesan sistem ini terlihat jelas: OKRs telah menjadi bagian dari DNA Google, digunakan untuk menyelaraskan upaya ribuan karyawan di berbagai divisi, memastikan semua orang mendayung ke arah yang sama.

Pembahasan dalam bab ini juga tidak mengabaikan sisi kritis dari penetapan tujuan. Ditekankan bahwa tujuan yang salah dapat memicu fokus yang sempit, perilaku tidak etis, dan penurunan kolaborasi. Namun, keunggulan OKRs justru terletak pada kemampuannya untuk memitigasi risiko ini dengan kerangka kerja yang transparan dan terukur. Bab ini menguatkan argumennya dengan merujuk pada teori Edwin Locke, seorang pelopor dalam teori penetapan tujuan, yang menyatakan bahwa tujuan yang spesifik dan menantang justru mendorong kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tujuan yang mudah dan samar-samar.

Dalam konteks dunia kerja modern yang dilanda krisis keterlibatan karyawan — riset menunjukkan kurang dari sepertiga pekerja AS yang benar-benar terlibat dalam pekerjaannya — sistem seperti OKR hadir sebagai solusi. Dengan menghubungkan pekerjaan sehari-hari setiap individu dengan misi tim dan perusahaan yang lebih luas, serta dengan mendorong umpan balik dan penghargaan atas setiap keberhasilan, OKR menciptakan rasa tujuan dan pencapaian. Pada akhirnya, bab pembuka Measure What Matters ini menegaskan bahwa OKRs bukan sekadar alat pengukuran, melainkan sebuah disiplin yang terbukti mampu mendorong kejelasan, akuntabilitas, dan pengejaran tujuan besar yang tanpa kompromi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *