Belajar Melalui Metode Osmosis: Filosofi dan Fondasi Teoritis
Ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya tentang sebuah prinsip yang dikemukakan seorang praktisi manajerial, Azrul Ananda. Pendekatan “menularkan, bukan mengajari” – yang kikemukakan Azrul – bukanlah sebuah konsep yang berdiri sendiri. Ia memiliki akar filosofis yang dalam dan didukung oleh beberapa teori pembelajaran dan kepemimpinan yang mapan. Pemahaman terhadap fondasi teoritis ini memungkinkan kita untuk melihat bahwa pendekatan ini lebih dari sekadar tren, melainkan sebuah metodologi yang teruji.
Secara fundamental, pendekatan ini selaras dengan teori Experiential Learning atau learning by doing yang dipopulerkan oleh John Dewey. Filosofi ini menekankan bahwa pengetahuan terbaik diperoleh melalui pengalaman langsung dan refleksi atas pengalaman tersebut. Ketika junior diajak untuk langsung terjun menyelesaikan masalah, mereka tidak hanya belajar tentang masalah, tetapi mereka belajar dari dalam masalah itu sendiri.
Lebih spesifik lagi, mekanisme observasi dan peniruan dalam pendekatan ini merupakan inti dari Observational Learning atau pembelajaran sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Melalui teori ini, Bandura menjelaskan bahwa manusia dapat belajar dengan hanya mengamati dan meniru perilaku orang lain (model), serta konsekuensi dari perilaku tersebut. Dalam konteks “menularkan”, senior berperan sebagai model yang diperhatikan oleh junior. Junior tidak hanya melihat apa yang dilakukan senior, tetapi juga menyerap sikap, nilai, dan respons emosional senior dalam menghadapi berbagai situasi. Proses ini jauh lebih kaya dan kontekstual dibandingkan sekadar membaca instruksi tertulis.
Pendekatan ini juga merupakan perwujudan dari kepemimpinan organik. Sebuah gaya kepemimpinan yang tumbuh secara alami dari dalam tim, bukan dipaksakan dari atas. Pemimpin organik tidak memerintah dengan kaku, tetapi memfasilitasi, membimbing, dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota tim untuk tumbuh dengan caranya sendiri. Mereka memandang tim sebagai sebuah ekosistem hidup yang dinamis, bukan mesin yang membutuhkan manual operasi.
Konsep ini beririsan erat dengan prinsip situational mentorship. Seorang mentor yang efektif dalam pendekatan “menularkan” tidak menerapkan satu gaya bimbingan yang sama untuk semua orang dan situasi. Mereka menyesuaikan tingkat bimbingan dan tantangan yang mereka berikan berdasarkan kesiapan dan kompleksitas tugas yang dihadapi junior. Terkadang mereka memberi lebih banyak contoh, di lain waktu mereka hanya memberikan pertanyaan panduan, dan dalam situasi tertentu mereka membiarkan junior mencari jalannya sendiri. Bimbingan bersifat cair dan responsif terhadap kebutuhan sesaat, persis seperti cara kerja “osmosis” yang terjadi secara natural.
Pada hakikatnya, pendekatan ini adalah bentuk modern dari sistem apprenticeship (pemagangan) yang telah lama ada dalam peradaban manusia. Dalam dunia kerja tradisional, seperti pada pengrajin, tukang, atau seniman, seorang magang belajar dengan tinggal dan bekerja langsung di bawah bimbingan seorang master. Mereka belajar keterampilan tidak melalui modul, tetapi dengan melihat, membantu, dan secara bertahap diberi kepercayaan untuk mengerjakan bagian yang lebih rumit.
Pendekatan “menularkan” mengambil jiwa dari sistem apprenticeship tradisional—yaitu pembelajaran melalui imersi dan praktik—namun menerapkannya dalam konteks dunia modern yang kompleks dan berubah cepat. Ia mentransformasi hubungan master-magang yang kaku menjadi hubungan mentorship yang lebih cair, dengan tujuan akhir menciptakan individu yang bukan hanya terampil, tetapi juga adaptif dan mandiri.
Sebagai penutup, pembahasan mengenai fondasi filosofis dan teoritis dari pendekatan “menularkan, bukan mengajari” memberi kita pemahaman bahwa metode ini bukan sekadar intuisi manajerial, tetapi memiliki pijakan ilmiah yang kuat. Namun, mengetahui teorinya saja belum cukup. Pertanyaan pentingnya adalah: bagaimana pendekatan ini benar-benar dijalankan dalam konteks kerja sehari-hari? Bagaimana bentuk interaksi, pola kerja, dan dinamika yang membuat metode ini efektif? Pada artikel berikutnya, kita akan masuk ke ranah praktis dan mengulas bagaimana pendekatan ini diterapkan secara nyata—mulai dari pola bimbingan, desain aktivitas, hingga contoh konkret situasi di mana “osmosis” pembelajaran ini terjadi.