Hukum Kepercayaan dan Kesediaan Terlibat 1
Pada musim gugur tahun 1997, John C. Maxwell mengadakan sebuah perjalanan. Beberapa anggota stafnya dan dirinya mendapat kesempatan untuk pergi ke India dan mengajar dalam empat konferensi kepemimpinan. India adalah negara yang luar biasa, penuh dengan kontradiksi. Ini adalah tempat yang indah dengan orang-orang yang hangat dan dermawan, tetapi pada saat yang sama jutaan penduduknya hidup dalam kemiskinan. Di sana, Maxwell mendapatkan aspirasi tentang Hukum keyakinan dan keterlibatan dalam kepemimpinan yang efektif.
Ketika keluar dari bandara, ia melihat orang-orang berkerumun di mana-mana. Orang-orang naik sepeda, di dalam mobil, di atas unta dan gajah. Orang-orang di jalanan, beberapa diantaranya tiduran di trotoar. Hewan-hewan berkeliaran bebas. Dan semuanya bergerak dinamis. Ketika Maxwell dan timnya melaju di jalan utama menuju hotel, mereka juga melihat sesuatu yang lain. Spanduk. Di mana pun mereka melihat, mereka menemukan spanduk-spanduk perayaan lima puluh tahun kemerdekaan India, beserta gambar besar seorang pria: Mahatma Gandhi.
Saat ini, orang menganggap enteng bahwa Gandhi adalah seorang pemimpin besar. Tetapi kisah kepemimpinannya adalah studi yang luar biasa dalam Hukum keyakinan dan keterlibatan. Mohandas K. Gandhi, yang disebut Mahatma (yang berarti “jiwa besar”), dididik di London. Setelah menyelesaikan pendidikannya dalam bidang hukum, ia kembali ke India dan kemudian ke Afrika Selatan. Di sana, ia bekerja selama dua puluh tahun sebagai pengacara dan aktivis politik. Dan dalam waktu itu, ia berkembang sebagai seorang pemimpin yang efektif, berjuang untuk hak-hak orang India dan kaum minoritas yang ditekan dan diskriminasi oleh pemerintah apartheid Afrika Selatan.
Saat ia kembali ke India pada tahun 1914, Gandhi sudah sangat dikenal dan dihormati oleh rakyatnya. Selama beberapa tahun berikutnya, saat ia memimpin protes dan mogok di seluruh negeri, orang-orang berkumpul di sekitarnya dan semakin mengandalkan kepemimpinannya. Pada tahun 1920—hanya enam tahun setelah kembali ke India—dia terpilih sebagai presiden Liga Swaraj All India.
Hal yang paling luar biasa tentang Gandhi bukanlah fakta bahwa ia menjadi pemimpin rakyat India, tetapi bahwa ia mampu mengubah pandangan seluruh rakyat untuk mencapai kemerdekaan. Sebelum ia mulai memimpin mereka, orang menggunakan kekerasan dalam upaya mencapai tujuan mereka. Selama bertahun-tahun kerusuhan melawan pemerintah Inggris telah menjadi hal biasa. Tetapi visi Gandhi terkait perubahan di India didasarkan pada perlawanan sipil non-kekerasan. Dia pernah berkata, “Nonkekerasan adalah kekuatan terbesar yang ada dalam genggaman umat manusia. Ini bahkan lebih kuat daripada senjata pemusnah terkuat yang dirancang oleh kecerdikan manusia.”
Gandhi menantang orang-orang untuk menghadapi penindasan dengan perlawanan damai dan ketidakpatuhan. Bahkan ketika militer Inggris membantai lebih dari seribu orang di Amritsar pada tahun 1919, Gandhi memanggil rakyat untuk berdiri, tetapi tanpa melawan. Mengajak semua orang untuk berpikir seperti dia bukanlah hal yang mudah. Tetapi karena orang-orang sudah mengakui dirinya sebagai pemimpin mereka, masyarakat India ini menerima visinya. Dan kemudian mereka mengikutinya dengan setia. Ia meminta mereka untuk tidak berperang, dan akhirnya mereka berhenti berperang. Ketika ia memanggil semua orang untuk membakar pakaian buatan luar negeri dan mulai mengenakan bahan hasil buatan sendiri, jutaan orang mulai melakukannya.
Perjuangan mereka untuk meraih kemerdekaan berjalan lambat dan menyakitkan, tetapi kepemimpinan Gandhi cukup kuat untuk mengantarkan pada janji visinya. Pada tahun 1947, India mendapatkan kemerdekaan. Karena orang-orang telah yakin dan bersedia terlibat bersama Gandhi, mereka menerima visinya. Dan setelah mereka menerima visi itu, mereka mampu melaksanakannya. Begitulah cara Hukum keyakinan dan keterlibatan dalam kepemimpinan yang efektif. Pemimpin menemukan impian, kemudian orang-orangnya. Orang-orang menemukan pemimpin, kemudian impian itu.