Prinsip atau Hukum Hubungan Kepemimpinan 4
Dalam kepemimpinan, perasaan para pengikut menjadi prioritas bagi pemimpin. Sebagai pemimpin yang efektif, Anda harus menyentuh hati orang-orang terlebih dahulu sebelum meminta bantuan dari mereka. Itulah hukum keterhubungan. Semua komunikator hebat mengakui kebenaran ini dan bertindak hampir secara naluriah. Anda tidak dapat menggerakkan orang kecuali Anda terlebih dahulu menggerakkan mereka dengan emosi. Perasaan biasanya akan mendahului akal.
Salah satu orator yang luar biasa dan pemimpin berkulit hitam di Amerika pada abad kesembilan belas adalah Frederick Douglass. Dikatakan bahwa dia memiliki kemampuan luar biasa dalam membangun keakraban dengan orang-orang dan menggerakkan hati mereka ketika berbicara. Sejarawan Lerone Bennett mengatakan tentang Douglass, bahwa dia bisa membuat orang-orang tertawa terhadap ajaran konyol pemilik budak yang memanfaatkan bible demi mendukung perbudakan; bisa membuat mereka melihat penghinaan seorang gadis kulit hitam yang diperkosa oleh pemilik budak yang brutal; bisa membuat mereka mendengar tangisan seorang ibu yang dipisahkan dari anaknya. Melalui dirinya, orang-orang bisa menangis, mengutuk, dan ikut merasakan; melalui dirinya mereka bisa merasakan kesengsaraan perbudakan.
Semakin sulit tantangan yang dihadapi pemimpin dan pengikutnya, semakin besar kedekatan yang bisa terjalin. Jangan pernah meremehkan kekuatan membangun hubungan dengan orang sebelum meminta mereka mengikuti Anda. Jika Anda pernah mempelajari kisah para komandan militer yang cukup menonjol, Anda akan melihat bahwa yang terbaik dari mereka menerapkan prinsip kedekatan. Selama Perang Dunia I di Prancis, Jenderal Douglas MacArthur memberi tahu seorang komandan batalion sebelum melakukan serangan yang penuh keberanian, “Mayor, ketika tanda maju menyerah diberikan, saya ingin Anda maju terlebih dahulu sebelum prajurit Anda. Jika Anda melakukannya, mereka akan mengikuti Anda.” Kemudian MacArthur melepaskan lencana Distinguished Service Cross dari seragamnya dan mengenakannya pada sang Mayor. Ia pada dasarnya memberikan penghargaan atas kepahlawanannya sebelum meminta sang Mayor untuk menunjukkannya. Dan tentu saja, sang Mayor memimpin prajuritnya, Pasukannya mengikutinya maju, dan pasukan itu mencapai tujuan mereka.
Contoh lainnya, Napoleon selalu berusaha mengenal setiap perwira di bawah komandonya, mulai dengan nama dan mengingat tempat tinggal mereka serta pertempuran mana yang pernah mereka ikuti bersamanya. Robert E. Lee dikenal sering mengunjungi para prajurit di tempat perkemahan mereka pada malam sebelum pertempuran besar. Seringkali, ia menghadapi tantangan esok hari tanpa tidur.
Pada Hari Natal tahun 1990 selama Perang Teluk Persia, Norman Schwarzkopf, seorang komandan militer sebuah kesatuan, menghabiskan hari bersama pasukannya yang jauh dari keluarga mereka. Dalam otobiografinya, ia berkata: “Saya memulai di Lockheed Village. Beberapa prajurit sudah duduk makan malam, meskipun baru siang, karena mereka makan secara bergantian. Saya berjabat tangan dengan banyak orang. Selanjutnya, saya pergi ke Escan Village, di mana terdapat tiga tenda besar sebagai ruang makan. Saya berjabat tangan dengan setiap orang dalam semua tenda, pergi ke belakang meja pelayanan untuk menyapa koki dan pembantu, dan menyusuri ruang makan, menghampiri setiap meja, mengucapkan Selamat Natal kepada semua orang. Saya harus mengulangi tindakan yang sama di semua tenda, karena pada saat itu terdapat wajah-wajah yang benar-benar baru. Kemudian saya duduk bersama beberapa prajurit dan makan malam. Dalam waktu empat jam, saya kira-kira telah berjabat tangan dengan empat ribu orang.”
Schwarzkopf tidak harus melakukannya, tapi ia melakukannya. Ia menggunakan salah satu metode yang paling efektif untuk membangun hubungan dengan orang lain, sesuatu yang disebut dengan berjalan perlahan di tengah kerumunan.