Resensi Buku

Asumsi Budaya yang Lebih Dalam: Sifat Waktu dan Ruang dalam Organisasi

Dalam buku yang berjudul “Organizational Culture and Leadership”, sang penulis, Edgar Schein, pada bab ke-8 menelusuri bagaimana asumsi-asumsi mendalam tentang waktu dan ruang membentuk dan memengaruhi budaya organisasi. Schein berpendapat bahwa pemahaman tentang bagaimana sebuah organisasi memandang dan menggunakan waktu dan ruang sangat penting untuk memahami perilaku dan efektivitasnya. Asumsi-asumsi ini, seringkali tidak disadari, berperan besar dalam membentuk pola interaksi, komunikasi, dan pengambilan keputusan dalam organisasi.

Asumsi tentang Waktu:

Schein mengidentifikasi beberapa cara berbeda dalam memandang waktu, yang memengaruhi budaya organisasi:

  • Orientasi Waktu Dasar: Setiap budaya memiliki orientasi waktu dasar, yang dapat berfokus pada masa lalu, masa kini, atau masa depan. Organisasi yang berorientasi pada masa lalu cenderung mempertahankan tradisi dan cara kerja yang telah terbukti berhasil di masa lalu, yang bisa menjadi penghalang inovasi jika lingkungan berubah. Sebaliknya, organisasi yang berorientasi pada masa depan lebih cenderung berinvestasi dalam riset dan pengembangan, serta beradaptasi dengan perubahan pasar.
  • Waktu Monokronik dan Polikronik: Schein mengutip Edward Hall yang membedakan antara waktu monokronik (waktu linear yang terbagi menjadi unit-unit terpisah) dan waktu polikronik (waktu yang lebih fleksibel dan memungkinkan beberapa aktivitas dilakukan secara bersamaan). Budaya monokronik cenderung menekankan efisiensi, penjadwalan yang ketat, dan fokus pada satu tugas dalam satu waktu. Budaya polikronik, di sisi lain, lebih toleran terhadap keterlambatan dan multitasking, dengan penekanan pada hubungan interpersonal dan penyelesaian tugas. Perbedaan ini dapat menyebabkan konflik dan kesalahpahaman antara anggota organisasi dari budaya yang berbeda.
  • Horison Waktu Diskresiner dan Tingkat Akurasi: Schein mencatat bahwa organisasi memiliki horison waktu diskresiner yang berbeda-beda (jangka waktu yang digunakan dalam pengambilan keputusan dan perencanaan). Beberapa organisasi berfokus pada jangka pendek (misalnya, laba kuartalan), sementara yang lain memiliki perspektif jangka panjang (misalnya, pembangunan merek jangka panjang). Tingkat akurasi waktu juga bervariasi, beberapa organisasi sangat menekankan ketepatan waktu, sementara yang lain lebih fleksibel.
  • Simetri Temporal, Kecepatan, dan Pengaturan: Schein membahas bagaimana kecepatan dan ritme aktivitas dalam organisasi memengaruhi kinerja dan kolaborasi. Keselarasan temporal antara berbagai fungsi dan departemen sangat penting untuk efektivitas. Ketidakselarasan dapat menyebabkan frustrasi dan inefisiensi.

Asumsi tentang Ruang:

Asumsi tentang ruang juga berperan penting dalam budaya organisasi. Schein membahas beberapa aspek:

  • Jarak dan Penempatan Relatif: Penggunaan ruang fisik mencerminkan hierarki dan hubungan sosial. Ukuran dan lokasi kantor, jarak antara tempat kerja, dan penggunaan partisi semuanya dapat menandakan status dan kekuasaan.
  • Simbolisme Ruang: Organisasi menggunakan desain fisik untuk melambangkan nilai-nilai dan asumsi. Tata ruang kantor terbuka dapat mempromosikan komunikasi dan kolaborasi, sementara kantor individual yang tertutup dapat menekankan privasi dan otonomi.
  • Bahasa Tubuh: Bahasa tubuh dan penggunaan isyarat juga terkait erat dengan penggunaan ruang. Posisi tubuh, kontak mata, dan jarak antar individu semuanya dapat mengirimkan pesan yang kuat tentang status dan hubungan.
  • Interaksi Waktu, Ruang, dan Aktivitas: Waktu dan ruang berinteraksi dalam membentuk pola aktivitas dalam organisasi. Organisasi yang berorientasi pada waktu monokronik cenderung memiliki tata ruang yang mendukung pekerjaan individual dan efisiensi, sedangkan organisasi yang berorientasi polikronik mungkin memiliki tata ruang yang memungkinkan interaksi dan multitasking yang lebih besar.

Kesimpulan:

Bab 8 menekankan pentingnya memahami asumsi-asumsi budaya yang mendalam tentang waktu dan ruang dalam organisasi. Perbedaan dalam persepsi dan penggunaan waktu dan ruang dapat menyebabkan konflik dan kesalahpahaman, terutama dalam organisasi yang multikultural. Kepemimpinan yang efektif harus mampu mendiagnosis dan mengelola asumsi-asumsi ini untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan inklusif. Pemahaman yang mendalam tentang bagaimana waktu dan ruang disusun dan diartikan dalam organisasi sangat penting untuk memahami budaya dan efektivitasnya secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *