Resensi Buku

Bagian ke-2 Resensi Buku “The Art of Possibility”

Kali ini kita kembali melanjutkan pembahasan buku “The Art of Possibility.” Dalam buku ini, Rosamund Stone Zander dan Benjamin Zander mengajak kita untuk membuka mata terhadap kekuatan persepsi dalam membentuk realitas kita. Bab pertama, “It’s All Invented,” mengungkap bagaimana kerangka berpikir dan asumsi yang kita miliki membentuk cara kita memahami dunia. Buku ini mengajak kita untuk melepaskan batasan yang dibuat oleh pikiran kita dan melihat kemungkinan baru yang terbentang luas di depan mata.

Otak manusia tidaklah seperti kamera yang secara pasif merekam dunia. Sebaliknya, kita membangun simulasi realitas berdasarkan informasi yang diterima dari panca indera. Kerangka berpikir kita, yang dibentuk oleh pengalaman, budaya, dan pembelajaran, membatasi persepsi kita. Seperti dalam eksperimen dengan semut, mereka hanya “melihat” apa yang penting untuk bertahan hidup, seperti makanan atau ancaman. Otak kita secara aktif membangun makna dan cerita berdasarkan informasi yang diterima, menciptakan persepsi yang unik dan personal tentang dunia.

Otak manusia berevolusi untuk memprioritaskan informasi yang terkait dengan kelangsungan hidup, seperti bahaya, sumber makanan, dan teman atau musuh. Akibatnya, kita cenderung mengkategorikan informasi dan membangun peta dunia berdasarkan kategori-kategori ini. Hal ini terlihat dalam eksperimen dengan suku Me’en di Ethiopia, yang tidak mampu memahami gambar dua dimensi karena mereka tidak memiliki kategori untuk “foto”. Persepsi kita tentang dunia dibentuk oleh cara kita mengkategorikan dan memprioritaskan informasi, menciptakan “peta dunia” yang unik untuk masing-masing individu.

Kerangka berpikir yang kita miliki, walaupun bermanfaat untuk memahami dunia, juga dapat membatasi persepsi kita tentang kemungkinan. Seperti dalam teka-teki sembilan titik, kita cenderung terjebak dalam kerangka berpikir yang sempit, dan tidak melihat kemungkinan lain. Untuk melepaskan diri dari batasan ini, kita perlu memperluas kerangka berpikir kita atau menciptakan kerangka baru yang lebih luwes. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menemukan kemungkinan baru yang sebelumnya tidak terlihat.

Untuk melampaui batasan kerangka berpikir dan membuka diri terhadap kemungkinan baru, terdapat Praktik “It’s All Invented.” Kita dapat memulainya dengan mengajukan pertanyaan “Asumsi apa yang saya buat, yang tidak saya sadari, yang membuat saya melihat dunia seperti ini?”. Pertanyaan ini mendorong kita untuk memeriksa asumsi-asumsi yang mendasari persepsi kita tentang dunia. Sebagai contoh, seseorang yang selalu gagal dalam hubungan mungkin berasumsi bahwa “Semua orang akan menyakiti saya”, sedangkan seseorang yang merasa tidak aman di tempat kerja mungkin berasumsi bahwa “Saya tidak cukup baik untuk pekerjaan ini”. Proses ini melibatkan mencatat pikiran dan perasaan yang muncul secara spontan, mencari pola dalam pemikiran dan asumsi yang muncul, menanyakan diri sendiri “Apakah asumsi ini benar-benar benar?”, dan mencari bukti yang mendukung atau menentang asumsi tersebut.

Untuk melampaui batasan yang kita ciptakan, kita dapat mengajukan pertanyaan “Apa yang bisa saya ciptakan, yang belum pernah saya ciptakan, yang akan memberikan saya pilihan lain?”. Pertanyaan ini mendorong kita untuk berpikir kreatif dan melampaui batasan yang kita ciptakan. Sebagai contoh, seseorang yang merasa terjebak dalam rutinitas kerja mungkin menciptakan kerangka berpikir baru tentang “Membuat pekerjaan saya lebih menyenangkan”, sedangkan seseorang yang merasa tidak aman dalam hubungan mungkin menciptakan kerangka berpikir baru tentang “Membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung”. Proses ini melibatkan menuliskan ide-ide baru, bahkan yang terasa tidak realistis, mencari inspirasi dari orang lain yang telah berhasil melampaui batasan, dan mencoba sesuatu yang baru dan berbeda.

Praktik “It’s All Invented” bertujuan untuk membantu kita menyadari bahwa persepsi kita tentang dunia adalah konstruksi yang kita ciptakan sendiri. Dengan memahami hal ini, kita dapat melepaskan diri dari batasan yang kita ciptakan dan membuka diri terhadap kemungkinan baru. Praktik ini juga mendorong kita untuk bertanggung jawab atas pilihan dan tindakan kita, karena kita menyadari bahwa kita memiliki kemampuan untuk menciptakan realitas kita sendiri.

Praktik “It’s All Invented” adalah proses yang berkelanjutan, yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Dengan terus bertanya, menciptakan, dan mencoba, kita dapat melampaui batasan yang kita ciptakan dan membuka diri terhadap kemungkinan baru yang tak terbatas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *