Resensi Buku

Hindari Pemberian Gratis dalam Kekuasaan 1

Di ranah kekuasaan, penting untuk menyadari bahwa apa pun yang diberikan secara cuma-cuma cenderung memiliki risiko tertentu, seperti adanya tipuan atau tanggung jawab tersembunyi. Prinsip ini dibuktikan oleh sejarah dan ditulis oleh Robert Greene dalam buku 48 Laws of Power. Barang atau layanan yang memiliki nilai sebaiknya dinilai sepadan dengan pembayarannya. Dengan membayar sesuatu dengan nilai yang setara, Anda dapat menghindari perasaan berterima kasih yang membebani, rasa bersalah, atau bahkan jebakan penipuan.

Tidak jarang, penawaran yang gratis atau berharga rendah sering kali disertai dengan sejumlah masalah psikologis, seperti perasaan kewajiban yang rumit, penurunan kualitas, atau bahkan ketidakpastian terkait kompromi atas sebuah urusan. Mereka yang kuat dan bijak memahami pentingnya melindungi aset yang berharga, seperti kemandirian dan fleksibilitas dalam mengambil keputusan. Dengan membayar harga yang sesuai, mereka mengamankan dirinya dari keterikatan dan ketakutan yang mungkin muncul.

Sikap yang terbuka dan bijak terhadap uang juga dapat mengajarkan nilai kedermawanan yang strategis, berbeda dari konsep memberi untuk menerima. Dengan memberikan imbalan yang sepadan, Anda dapat menempatkan penerima sebagai pihak yang memiliki kewajiban, sementara citra kedermawanan Anda dapat membuat orang lain terkesan. Dengan mengelola kekayaan secara bijak, Anda dapat menarik perhatian para pendukung dan menciptakan aliansi yang strategis.

Melihat pada tokoh-tokoh berpengaruh dalam sejarah, seperti Caesar, Ratu Elizabeth, Michelangelo, dan keluarga Medici, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka tidak pelit. Bahkan penipu ulung pun rela mengeluarkan uang untuk mencapai tujuannya. Menggenggam dompet dengan erat tidak selalu menarik, dalam hal melancarkan godaan, Casanova sekalipun tidak hanya memberikan dirinya tetapi juga memberikan imbalan finansial.

Mereka yang berkuasa memahami bahwa uang memiliki beban psikologis dan dapat digunakan sebagai senjata dalam seni diplomasi. Mereka memanfaatkan keinginan naluriah manusia terhadap uang untuk mencapai tujuannya. Sementara beberapa dapat mengelola uang dengan kreatif dan strategis, banyak lainnya terperangkap dalam penolakan penggunaan uang dengan cara yang tepat.

Selama Carnbyses, raja Persia, menginvasi Mesir, banyak orang Yunani datang ke sana karena berbagai alasan. Beberapa datang untuk berdagang, beberapa untuk bergabung dengan tentara, dan yang lainnya hanya karena ingin tahu dan melihat hal-hal baru. Salah satu dari mereka adalah Syloson, putra Aeaces dan saudara Polycrates dari Samos yang diasingkan. Saat berada di Mesir, Syloson memiliki pengalaman menarik. Dia sedang berjalan-jalan di sekitaran kota Memphis mengenakan jubah sewarna api yang mencolok, ketika Darius, yang saat itu hanya seorang anggota penjaga Carnbyses dan tanpa jabatan khusus, melihatnya. Darius tertarik dengan jubah itu.

Darius sangat ingin memiliki jubah tersebut, sehingga dia mendekati Syloson dan menawarkan uang untuk itu. Namun, Syloson menolak penawaran uang itu dan berkata bahwa dia akan memberikannya secara gratis jika Darius benar-benar ingin memiliki jubah tersebut. Darius sangat bersyukur dan menerima tawaran tersebut. Pada saat itu, Syloson mungkin mengira bahwa dia hanya kehilangan jubahnya karena kebaikan hatinya.

Waktu berlalu, Carnbyses meninggal dan terjadi banyak pemberontakan. Darius menjadi raja Persia. Syloson mendengar bahwa orang yang dulu meminta jubah berwarna api darinya sekarang menjadi raja Persia. Tanpa ragu, dia pergi ke Susa, duduk di pintu masuk istana, dan mengklaim bahwa dirinya adalah seorang dermawan bagi raja. Penjaga memberitahu Darius tentang klaim Syloson, dan Darius bingung siapa orang itu.

Darius memutuskan untuk memeriksa klaim Syloson dan memanggilnya ke istana. Saat ditanya siapa dia dan apa yang telah dia lakukan terkait klaimnya, Syloson menceritakan kisah jubah berwarna api. Dia mengatakan bahwa dia adalah orang yang memberikan jubah tersebut kepada Darius. Darius, kagum dengan kedermawanan Syloson, menawarkan imbalan dalam bentuk emas dan perak. Namun, Syloson menolak dan meminta Darius membantu mengembalikan Samos, pulau asalnya, yang saat itu terlepas dari kekuasaannya setelah saudaranya, Polycrates, dibunuh oleh Oroetes. Darius setuju dengan permintaan Syloson dan mengirim pasukan di bawah komando Otanes untuk memulihkan Samos seperti yang diminta oleh Syloson.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *