Resensi Buku

Kecerdasan Logika-Matematika Menurut Buku “Frames of Mind” oleh Howard Gardner

Postingan ini akan mengulik bagian pembahasan “Logical-Mathematical Intelligence” dalam buku “Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences” karya Howard Gardner. Bagian ini menjelaskan tentang kecerdasan logika-matematika, perkembangannya, manifestasi dalam berbagai budaya, dan kaitannya dengan kecerdasan lain.

Memahami Kecerdasan Logika-Matematika

Gardner menentang pandangan klasik tentang kecerdasan sebagai kapasitas tunggal yang dimiliki setiap individu dalam jumlah yang bervariasi. Ia berpendapat bahwa manusia memiliki beberapa kecerdasan yang relatif otonom. Kecerdasan logika-matematika merupakan salah satu kecerdasan tersebut. Kecerdasan ini bukan hanya tentang kemampuan berhitung, tetapi juga tentang penalaran, pemecahan masalah, pengenalan pola, dan kemampuan berpikir abstrak.

Perkembangan Kecerdasan Logika-Matematika Menurut Piaget

Gardner mengutip karya Piaget yang menjabarkan perkembangan kecerdasan logika-matematika. Piaget menekankan peran tindakan anak terhadap dunia fisik sebagai dasar pemahaman logika-matematika. Tahapan perkembangannya meliputi:

  • Sensori-motor: Bayi belajar tentang objek melalui interaksi fisik, menyadari kekekalan objek (objek tetap ada meskipun tidak terlihat).
  • Pra-operasional: Anak mulai mengklasifikasikan objek berdasarkan kesamaan, tetapi belum memahami kuantitas secara tepat.
  • Operasi konkret: Anak (sekitar usia 7-10 tahun) mampu melakukan operasi mental pada objek nyata, seperti memahami kekekalan jumlah meskipun tata letak objek berubah. Mereka memahami konsep angka dan operasi hitung dasar.
  • Operasi formal: Remaja (sekitar usia 11 tahun ke atas) mampu berpikir abstrak dan hipotetis, melakukan operasi mental pada simbol dan konsep, bukan hanya objek fisik. Kemampuan ini esensial untuk memahami matematika tingkat tinggi, logika, dan sains.

Kritik terhadap Pandangan Piaget

Gardner mengakui adanya kekurangan dalam teori Piaget. Perkembangan logika-matematika tidak selalu linier dan bertahap seperti yang dijelaskan Piaget. Anak-anak mungkin menunjukkan kemampuan operasional lebih awal, dan tidak semua orang mencapai tahap operasi formal secara menyeluruh. Teori Piaget juga kurang relevan untuk konteks budaya non-Barat.

Kecerdasan Logika-Matematika dalam Pekerjaan Matematikawan dan Ilmuwan

Gardner menjabarkan bagaimana kecerdasan logika-matematika diwujudkan dalam pekerjaan matematikawan dan ilmuwan. Ia mengutip pendapat para pakar seperti Poincaré, Adler, dan Ulam tentang proses berpikir matematikawan:

  • Intuisi dan Penalaran: Matematikawan sering memiliki intuisi tentang solusi sebelum mengerjakan langkah-langkah detail. Kemampuan untuk melihat keterkaitan antar proposisi lebih penting daripada mengingat langkah-langkahnya.
  • Abstraksi dan Generalisasi: Matematika bermula dari angka, kemudian ke aljabar (variabel), dan fungsi, yang semakin abstrak dan umum.
  • Keaslian dan Inovasi: Matematikawan yang berbakat dapat mengidentifikasi masalah yang signifikan dan menemukan solusi yang orisinil dan inovatif.
  • Keterbatasan dan Produktivitas: Kecerdasan logika-matematika merupakan bakat yang spesifik. Kinerja puncak biasanya terjadi di usia muda (sebelum usia 40), setelahnya produktivitas cenderung menurun.

Ilmuwan juga membutuhkan kecerdasan logika-matematika sebagai alat untuk membangun model dan teori yang menjelaskan realitas fisik. Namun, motivasi ilmuwan berbeda dari matematikawan. Ilmuwan didorong oleh keinginan untuk menjelaskan realitas, sedangkan matematikawan tertarik pada sistem abstrak itu sendiri.

Kecerdasan Logika-Matematika dalam Berbagai Budaya

Gardner juga menyinggung bagaimana kecerdasan logika-matematika muncul dalam berbagai budaya. Meskipun matematika dan sains Barat tampak unggul, kemampuan dasar untuk bernalar dan menghitung ada di semua budaya. Ia mencontohkan:

  • Sistem perhitungan: Berbagai sistem angka dan perhitungan berkembang di berbagai budaya, dari penghitungan menggunakan bagian tubuh hingga penggunaan alat bantu hitung seperti sempoa.
  • Pemecahan masalah: Suku-suku seperti Bushmen di Kalahari menggunakan penalaran yang kompleks dalam berburu.
  • Permainan: Permainan tradisional di banyak budaya, seperti kala (Oh-War-ree), membutuhkan kemampuan penalaran dan perhitungan yang tinggi.
  • Pengaruh pendidikan: Pendidikan formal, khususnya literasi, dapat mengubah cara berpikir individu dan meningkatkan kemampuan logika-matematika.

Hubungan dengan Kecerdasan Lain

Kecerdasan logika-matematika bukan merupakan kecerdasan yang superior, tetapi hanya salah satu dari sekumpulan kecerdasan. Ia dapat berinteraksi dan saling melengkapi dengan kecerdasan lainnya, misalnya dengan kecerdasan spasial dalam bidang seperti catur, teknik, dan arsitektur.

Kesimpulan

Kecerdasan logika-matematika adalah kemampuan untuk berpikir logis, bernalar, memecahkan masalah, mengenali pola, dan berpikir abstrak. Perkembangannya bertahap, bermula dari interaksi fisik dengan objek hingga berpikir hipotetis. Meskipun memiliki akar biologis, manifestasinya bervariasi antar budaya dan dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan sosial. Ia merupakan satu dari beberapa kecerdasan yang relatif otonom, namun dapat berinteraksi dengan kecerdasan lainnya dalam menjalankan berbagai aktivitas manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *