Kritik terhadap Motivasi 2.0: Apakah Insentif Eksternal Masih Relevan?
Buku “Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us” karya Daniel H. Pink menawarkan wawasan tentang motivasi. Bab pertama mengawali diskusi tentang sistem motivasi yang selama ini dianut, yang disebut sebagai “Motivasi 2.0”. Motivasi 2.0 didasarkan pada prinsip sederhana: memberikan penghargaan untuk perilaku yang diinginkan dan hukuman untuk perilaku yang tidak diinginkan. Model ini telah lama dianggap efektif, terutama selama Revolusi Industri, di mana pekerjaan bersifat repetitif dan mudah diukur. Pekerja dianggap sebagai bagian dari mesin yang besar, dan dengan memberikan insentif yang tepat – bisa berupa wortel atau cambuk selayaknya kuda, mereka akan bekerja lebih efisien.
Namun, Pink berargumen bahwa Motivasi 2.0 sudah usang dan tidak lagi sesuai dengan tuntutan dunia kerja modern. Ia mencontohkan kesuksesan Wikipedia, sebuah ensiklopedia online yang dibuat oleh sukarelawan tanpa bayaran, yang mengalahkan Encarta, ensiklopedia berbayar dari Microsoft. Keberhasilan Wikipedia menunjukkan adanya kekuatan motivasi intrinsik yang tidak dipertimbangkan dalam Motivasi 2.0.
Pink selanjutnya mengidentifikasi tiga masalah utama yang membuat Motivasi 2.0 tidak lagi kompatibel dengan dunia kerja modern. Yang pertama adalah cara kita mengorganisir pekerjaan. Munculnya model bisnis open source dan perusahaan-perusahaan yang menekankan tujuan sosial, menunjukkan bahwa motivasi intrinsik, seperti keinginan untuk berkontribusi dan mencapai tujuan bersama, jauh lebih kuat daripada insentif finansial semata. Model-model bisnis baru ini menantang asumsi dasar Motivasi 2.0 yang berfokus pada profit maximization.
Masalah kedua adalah cara kita berpikir tentang pekerjaan. Kemajuan dalam bidang ekonomi perilaku menunjukkan bahwa manusia tidak selalu bertindak rasional dan mementingkan diri sendiri seperti yang diasumsikan dalam Motivasi 2.0. Faktor-faktor lain seperti keadilan, balas dendam, dan kepuasan intrinsik juga berperan dalam menentukan perilaku manusia. Model ini mengabaikan aspek-aspek lain dari motivasi manusia yang lebih kompleks.
Sedangkan masalah yang terakhir adalah cara kita mengerjakan pekerjaan. Pergeseran dari pekerjaan rutin (algoritmik) ke pekerjaan yang lebih kompleks dan kreatif (heuristik) semakin menyoroti kelemahan Motivasi 2.0. Insentif eksternal dapat efektif untuk pekerjaan rutin, tetapi justru dapat merusak kreativitas dan motivasi intrinsik dalam pekerjaan yang membutuhkan pemikiran yang lebih kompleks dan inovatif. Pekerjaan zaman sekarang, khususnya yang melibatkan pekerjaan di bidang kognitif, sudah tidak bisa diukur lagi dengan cara yang sederhana seperti dalam model Motivasi 2.0
Secara keseluruhan, Bab 1 menyajikan argumen bahwa Motivasi 2.0 telah menjadi usang dan membutuhkan “upgrade” untuk memenuhi tuntutan dunia kerja modern yang lebih kompleks dan kreatif. Bab ini meletakkan dasar bagi pembahasan lebih lanjut mengenai Motivasi 3.0 yang menekankan tiga elemen penting: otonomi, penguasaan (mastery), dan tujuan (purpose). Seperti apa elemen-elemen itu bekerja? Kita akan membahasnya di artikel berikutnya.