Resensi Buku

Membentengi Diri dalam Mempertahankan Pengaruh (1)

Dalam buku 48 Laws of Power, dinamika kompetisi, khususnya dalam meraih kekuasaan, dianalogikan seperti peperangan. Dunia ini penuh dengan ancaman yang serba cepat, musuh bisa muncul dari mana saja — setiap orang harus menjaga dirinya sendiri. Sebuah benteng mungkin terlihat sebagai tempat yang paling aman untuk berlindung. Namun, mengisolasi diri Anda dapat membawa bahaya yang lebih besar daripada melindungi Anda — ini memisahkan Anda dari informasi berharga, menarik perhatian, dan membuat Anda rentan. Lebih baik bercampur-baur dengan orang-orang, mencari sekutu, bergaul. Dengan berada di antara banyak orang, Anda akan terlindungi dari musuh Anda.

Ancaman terbesar bagi kebanyakan orang muncul saat mereka merasa terdesak. Pada saat-saat seperti itu, mereka cenderung mundur dan mengisolasi diri dalam benteng. Namun, dengan melakukannya, mereka mengandalkan informasi dari lingkaran yang semakin sempit, sehingga kehilangan pemahaman yang komprehensif tentang peristiwa di sekitarnya. Mereka kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan lincah dan menjadi sasaran empuk, isolasi itu juga membuat mereka merasa curiga dan paranoid.

Seperti dalam perang dan sebagian besar permainan strategi, isolasi sering kali menjadi tanda kekalahan dan kehancuran. Di saat-saat ketidakpastian dan bahaya, Anda perlu melawan dorongan untuk bersembunyi. Sebagai gantinya, jadilah lebih terbuka, cari sekutu lama dan baru, dan paksakan diri Anda untuk terlibat dalam lingkaran yang berbeda. Ini telah menjadi strategi yang sukses bagi orang-orang yang kuat selama berabad-abad.

Ch’in Shih Huang Ti, kaisar Cina pada abad ke-3 SM, dikenal sebagai pemimpin terkuat pada masanya. Meskipun kadang-kadang menunjukkan belas kasihan, ia juga sering kali melaksanakan tindakan represif. Melalui tipu muslihat dan kekerasan, ia menaklukkan provinsi-provinsi di sekitarnya dan menyatukannya menjadi satu bangsa dan budaya di bawah pemerintahannya. Namun, dalam upaya penyatuan ini, ia melarang tulisan dan ajaran Konfusius, yang telah banyak dianut orang-orang di masa itu. Siapapun yang menentang kebijakan ini langsung dipenggal. Kebijakan tersebut membangkitkan banyak musuh bagi kaisar.

Namun, pada masa-masa terakhir hidupnya, keberadaannya hanya diketahui oleh sedikit orang, atau bahkan tidak ada yang tahu. Kaisar tersebut tinggal di benteng istana yang paling megah pada saat itu. Setiap malam, ia tidur di kamar yang berbeda, dan siapa pun yang secara tidak sengaja melihatnya akan segera dihukum mati. Hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaannya. Ini karena kaisar tersebut menjadi sangat takut kketika berhubungan dengan manusia lain.

Ketika kaisar semakin terisolasi dan mengurung diri di dalam istana untuk melindungi dirinya sendiri, ia perlahan-lahan kehilangan kendali atas kerajaannya. Kasim dan menteri pemerintah melaksanakan kebijakan politik tanpa persetujuannya atau pengetahuannya, bahkan bersekongkol melawannya.

Inilah yang terjadi saat seseorang terlalu mengisolasi diri: ketika kita mundur ke dalam benteng, kita kehilangan kontak dengan sumber kekuatan kita. Kita kehilangan pendengaran terhadap apa yang terjadi di sekitar kita, serta kehilangan pemahaman proporsionalitas. Alih-alih menjadi lebih aman, kita malah menjauh dari pengetahuan yang menjadi landasan kehidupan kita. Jangan pernah mengisolasi diri dengan cara yang menyebabkan Anda tidak dapat mendengar apa yang terjadi di sekitar Anda, termasuk rencana yang mungkin melawan Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *