Resensi Buku

Resensi Buku Start With Why 8

Dalam kesempatan ini, kita akan kembali menelaah buku “Start with Why” karya Simon Sinek. Kali ini, kita akan membahas bagaimana sebuah ide atau inovasi dapat menyebar luas di masyarakat dan menjadi sebuah tren.

Sinek mengutip teori “Law of Diffusion of Innovations” yang membagi populasi menjadi lima kelompok berdasarkan tingkat penerimaan mereka terhadap hal baru:

Inovator (2.5%): Kelompok ini merupakan pionir yang selalu mencari dan mencoba hal baru. Mereka biasanya memiliki sumber daya yang cukup untuk mengambil risiko dan mencoba teknologi atau ide baru, meskipun belum sempurna.
Penerima Awal (13.5%): Kelompok ini mirip dengan inovator, namun mereka lebih berhati-hati dan menunggu sedikit bukti bahwa inovasi tersebut berhasil sebelum mencobanya.
Mayoritas Awal (34%): Kelompok ini merupakan kelompok terbesar yang akan menerima inovasi setelah melihat bahwa inovasi tersebut diterima oleh kelompok sebelumnya.
Mayoritas Akhir (34%): Kelompok ini merupakan kelompok yang paling lambat menerima inovasi. Mereka biasanya menunggu sampai inovasi tersebut menjadi standar atau kebutuhan umum.
Terbelakang (10%): Kelompok ini merupakan kelompok yang paling lambat menerima inovasi. Mereka biasanya hanya akan menerima inovasi setelah inovasi tersebut menjadi sangat populer atau sudah tidak ada pilihan lain.

Untuk mencapai keberhasilan massal, sebuah produk atau ide harus mampu menembus 15% hingga 18% dari pasar, yaitu kelompok inovator dan penerima awal. Kelompok ini merupakan “titik balik” yang akan mendorong kelompok mayoritas agar bersedia mengikuti.

Penting juga untuk membangun “megaphone” (alat penyampai pesan) yang jelas dan kuat untuk menyampaikan WHY (alasan) kepada kelompok inovator dan penerima awal. Megaphone ini dapat berupa produk, layanan, marketing, kehumasan, atau bahkan simbol yang mewakili MENGAPA perusahaan tersebut.

Demi mencapai keberhasilan massal, sebuah produk atau ide harus memiliki MENGAPA yang jelas dan mampu menginspirasi kelompok inovator dan penerima awal. Dengan menginspirasi kelompok ini, perusahaan dapat menciptakan “titik balik” yang akan mendorong kelompok mayoritas agar mau mengikuti.

Sebagai ilustrasi, Sinek memberikan sebuah contoh kasus. TiVo adalah perusahaan yang mengembangkan teknologi perekam video digital (DVR) yang memungkinkan pengguna untuk merekam acara televisi langsung, memutar ulang, dan bahkan melewati iklan. Teknologi TiVo dianggap inovatif pada masanya dan memiliki potensi untuk mengubah cara orang menonton televisi.

Namun, meskipun memiliki produk berkualitas tinggi, TiVo gagal mencapai keberhasilan massal. Kegagalan TiVo disebabkan oleh beberapa faktor:

TiVo tidak jelas dalam menyampaikan WHY (alasan) produk mereka diciptakan. TiVo fokus pada WHAT (apa) yang mereka lakukan, yaitu menawarkan fitur-fitur canggih seperti jeda, putar ulang, dan lompat iklan. Mereka tidak menjelaskan WHY (alasan) di balik teknologi mereka, yaitu memberikan kontrol dan fleksibilitas kepada pengguna dalam menonton televisi.
TiVo mengabaikan kelompok inovator dan penerima awal. Mereka langsung menargetkan kelompok mayoritas, yang cenderung lebih konservatif dan membutuhkan bukti nyata sebelum menerima inovasi baru.
TiVo gagal membangun “megaphone” yang kuat untuk menyampaikan WHY perusahaan. Mereka tidak mampu menarik perhatian dan menginspirasi kelompok inovator dan penerima awal untuk menyebarkan pesan mereka.

Akibatnya, TiVo hanya berhasil menjual sekitar 48.000 unit pada tahun pertama peluncurannya, jauh di bawah perkiraan analis. Sementara itu, pesaing mereka, Replay, yang juga didukung oleh modal ventura, gagal mendapatkan pengikut dan akhirnya dijual kepada SonicBlue, yang kemudian mengajukan kebangkrutan.

Meskipun TiVo terus mengembangkan produk berkualitas tinggi dan memiliki tingkat kesadaran merek yang tinggi, mereka tidak pernah mencapai keberhasilan massal yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa memiliki produk yang hebat saja tidak cukup. Perusahaan harus mampu menyampaikan WHY mereka dengan jelas dan menginspirasi kelompok inovator dan penerima awal untuk menyebarkan pesan tersebut.

Contoh TiVo ini menjadi pelajaran penting bagi perusahaan-perusahaan yang ingin meluncurkan inovasi baru: jangan hanya fokus pada WHAT dan HOW, tetapi juga WHY. Jelaskan dengan jelas alasan di balik produk atau ide Anda, dan bangun “megaphone” yang kuat untuk menyampaikan pesan Anda kepada kelompok yang tepat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *