Resensi Buku

Tantangan Budaya Organisasi di Masa “Dewasa”

Bab ke-15 buku “Organizational Culture and Leadership” karya Edgar H. Schein ini membahas dinamika kepemimpinan dalam organisasi yang telah melewati fase pertumbuhan awal dan memasuki fase “usia dewasa”. Schein menggunakan istilah “midlife” untuk menggambarkan periode transisi ini, di mana organisasi telah mencapai tingkat keberhasilan tertentu namun menghadapi tantangan baru yang membutuhkan adaptasi dan perubahan. Fase ini ditandai oleh beberapa ciri penting yang mempengaruhi peran kepemimpinan:

Seiring pertumbuhan organisasi, terjadi diferensiasi (pembagian) menjadi unit-unit yang lebih kecil. Diferensiasi ini dapat terjadi berdasarkan fungsi (misalnya, produksi, pemasaran, keuangan), lokasi geografis, produk/pasar, teknologi, atau tingkat hierarki. Setiap unit ini cenderung mengembangkan subkultur sendiri, yang mencerminkan pengalaman, teknologi, dan kebutuhan uniknya. Konflik antar subkultur dapat muncul karena perbedaan tujuan, bahasa, dan asumsi dasar yang berbeda.

  • Diferensiasi Fungsional/Okupasional: Perbedaan asumsi dasar muncul dari latar belakang pendidikan dan budaya kerja masing-masing fungsi. Contohnya, subkultur teknologi informasi (TI) dengan orientasi inovasi sering berbenturan dengan subkultur operasional yang memprioritaskan efisiensi dan stabilitas.
  • Desentralisasi Geografis: Unit-unit di berbagai lokasi geografis dapat mengembangkan budaya yang dipengaruhi oleh budaya nasional dan kondisi lokal.
  • Diferensiasi Produk, Pasar, atau Teknologi: Perbedaan produk/pasar/teknologi menyebabkan perbedaan dalam kebutuhan dan cara kerja, yang menghasilkan subkultur yang berbeda pula.
  • Divisi dan Hierarki: Pembentukan divisi dan bertambahnya tingkatan hierarki menghasilkan subkultur berdasarkan tingkat hierarki (misalnya, subkultur eksekutif dengan fokus keuangan).

Peran kepemimpinan mengalami perubahan signifikan di fase ini. Pendiri organisasi mungkin telah pensiun atau meninggal, sehingga kepemimpinan bergeser ke generasi selanjutnya. Kepemimpinan menjadi lebih terdistribusi dan sementara karena CEO dan anggota dewan direksi memiliki masa jabatan yang terbatas.

  • Pelestarian Nilai: CEO baru perlu menyeimbangkan pelestarian nilai-nilai inti budaya organisasi dengan kebutuhan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.
  • Pengelolaan Konflik: Kepemimpinan harus mampu mengelola konflik antar subkultur yang berkembang.
  • Perubahan Budaya: Jika budaya organisasi yang telah terbentuk sebelumnya menjadi tidak fungsional, kepemimpinan perlu mendorong perubahan budaya agar organisasi tetap bertahan.

Schein mengidentifikasi beberapa mekanisme perubahan budaya yang terjadi secara alami di fase ini, termasuk:

  • Perubahan bertahap melalui evolusi umum dan spesifik: Budaya organisasi beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan struktur internal secara bertahap.
  • Penggunaan wawasan (insight): Organisasi mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang budaya mereka dan menyesuaikan asumsi dasar mereka.
  • Promosi individu-individu hibrida: Individu yang menggabungkan nilai-nilai budaya lama dan baru dipromosikan ke posisi kepemimpinan.
  • Promosi sistematis dari subkultur tertentu: Organisasi secara sengaja mempromosikan individu dari subkultur tertentu untuk membentuk budaya korporat yang diinginkan.
  • Infiltrasi orang luar: Infiltrasi individu dari luar organisasi dapat memperkenalkan asumsi dan nilai-nilai baru.
  • Skandal dan runtuhnya mitos: Kejadian negatif dapat mengekspos inkonsistensi antara nilai-nilai yang dianut dan perilaku sesungguhnya, sehingga mendorong perubahan budaya.
  • Perombakan (turnaround): Perombakan organisasi yang cepat dilakukan untuk mengatasi krisis dan mengubah budaya.
  • Penggabungan dan akuisisi: Penggabungan atau akuisisi dapat menyebabkan perubahan budaya secara signifikan.
  • Penghancuran dan kelahiran kembali: Dalam situasi ekstrem, budaya organisasi dapat dihancurkan dan digantikan oleh budaya baru.

Bab ini menekankan pentingnya kepemimpinan yang adaptif dan mampu memahami dinamika perubahan budaya dalam organisasi yang sedang berkembang. Kepemimpinan harus mampu mengelola konflik antar subkultur, mendorong perubahan budaya yang diperlukan, dan menyeimbangkan pelestarian nilai-nilai inti dengan kebutuhan adaptasi. Proses perubahan budaya ini bisa terjadi secara bertahap melalui evolusi atau secara lebih cepat melalui intervensi yang terencana dan terkelola. Penting untuk diingat bahwa perubahan budaya seringkali merupakan konsekuensi dari perubahan operasional, bukan tujuan utama itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *