Mengelola Kelompok Multikultural
Melanjutkan pembahasan buku “Organizational Culture and Leadership” karya Edgar Schein membahas tantangan unik dalam mengelola kelompok multikultural. Schein berargumen bahwa keberhasilan kelompok-kelompok ini bergantung pada kemampuan untuk mengatasi perbedaan budaya yang mendalam, khususnya dalam hal otoritas dan keintiman. Ia memperkenalkan konsep “pulau budaya” (cultural islands) dan dialog termanajemen sebagai pendekatan untuk membangun kolaborasi yang efektif dalam lingkungan multikultural.
Tantangan Kelompok Multikultural:
Schein menekankan kesulitan dalam mengelola kelompok yang terdiri dari anggota dengan latar belakang budaya dan profesi yang berbeda. Dia mencontohkan tim proyek multinasional atau tim bedah yang melibatkan beragam profesi medis dari berbagai negara. Perbedaan mendasar muncul dalam persepsi otoritas dan keintiman, yang seringkali tertanam kuat dalam budaya masing-masing individu. Norma kesopanan dan rasa takut menyinggung perasaan membuat sulit bagi anggota untuk mengungkapkan perasaan dan asumsi mendalam mereka tentang otoritas dan keintiman.
Kecerdasan Budaya (Cultural Intelligence):
Sebagai solusi, Schein menyarankan pengembangan “kecerdasan budaya” (cultural intelligence). Kecerdasan budaya melibatkan empat kapasitas:
- Pengetahuan: Memahami norma dan asumsi budaya lain yang terlibat.
- Kepekaan: Memahami konteks budaya dan bersikap peka terhadap nuansa budaya.
- Motivasi: Memiliki kemauan untuk mempelajari budaya lain.
- Keterampilan: Fleksibilitas perilaku dan kemampuan untuk beradaptasi dengan budaya yang berbeda.
Meskipun penting, memilih anggota berdasarkan kecerdasan budaya saja tidak cukup. Banyak situasi kerja mengharuskan kolaborasi dengan individu yang kemampuannya tidak dapat dipilih. Oleh karena itu, Schein berfokus pada bagaimana menciptakan proses pembelajaran yang merangsang kompetensi budaya, terlepas dari tingkat kecerdasan budaya awal para peserta.
Konsep Pulau Budaya (Cultural Islands):
Schein mengusulkan konsep “pulau budaya” sebagai solusi untuk mengatasi tantangan tersebut. Pulau budaya adalah situasi di mana aturan untuk menjaga “muka” (face) sementara ditangguhkan agar para anggota dapat mengeksplorasi konsep diri mereka, nilai-nilai, dan asumsi tersirat, terutama tentang otoritas dan keintiman. Kondisi yang diperlukan untuk menciptakan pulau budaya meliputi:
- Motivasi: Anggota harus termotivasi untuk belajar hal baru.
- Isolasi: Anggota harus terisolasi secara fisik dari situasi kerja mereka.
- Egalitarianisme: Figur otoritas harus mengadopsi norma egaliter dan menekankan bahwa pembelajaran adalah tanggung jawab bersama.
- Fasilitasi: Figur otoritas harus menjadi fasilitator dan manajer proses.
- Keamanan Psikologis: Fasilitator harus menentukan tujuan dan aturan kerja untuk memungkinkan peserta merasa aman secara psikologis.
- Fokus Pembelajaran: Fokus utama adalah pada otoritas dan keintiman.
- Pengalaman Konkret: Proses tersebut harus melibatkan pembicaraan tentang pengalaman dan perasaan konkret.
Dialog Terfokus sebagai Pulau Budaya:
Schein menyarankan dialog terfokus sebagai metode utama dalam menciptakan pulau budaya. Dialog adalah bentuk percakapan yang memungkinkan peserta untuk cukup rileks untuk mulai memeriksa asumsi yang mendasari proses berpikir mereka. Aturan dialog meliputi:
- Tidak Memotong: Peserta tidak boleh saling memotong.
- Berbicara ke “Api Unggun”: Peserta berbicara kepada kelompok secara keseluruhan, bukan secara individu, mengurangi konfrontasi langsung.
- Menghindari Kontak Mata: Mengurangi tekanan untuk bereaksi secara langsung.
- Check-in: Setiap anggota secara bergantian mengungkapkan perasaan dan motivasinya sebelum diskusi utama dimulai.
Melalui dialog, anggota dapat mengungkapkan pengalaman dan perasaan pribadi tentang cara mereka menangani otoritas dan keintiman dalam budaya mereka. Tujuannya bukan untuk mempelajari budaya secara umum, tetapi untuk memungkinkan anggota tim mempelajari cukup banyak tentang satu sama lain agar dapat bekerja sama.
Kesimpulan:
Pembahasan ini menekankan pentingnya memahami dan mengelola perbedaan budaya dalam kelompok multikultural. Konsep pulau budaya dan dialog termanajemen menawarkan kerangka kerja praktis untuk menciptakan lingkungan pembelajaran di mana anggota dapat mengatasi perbedaan, membangun kepercayaan, dan berkolaborasi secara efektif. Pendekatan ini menekankan pentingnya membangun kesadaran diri, empati, dan fleksibilitas perilaku untuk mengatasi tantangan kerja multikultural yang semakin kompleks.