Kepemimpinan Harus Berdasar pada Kepercayaan (1)
Menurut John C. Maxwell, seorang praktisi kepemimpinan, suatu kepemimpinan dibangun dari pondasi yang kuat yang disebut kepercayaan. Hal ini selain dia rumuskan sebagai teori, dia juga mengalaminya.
Pada musim gugur tahun 1989, Maxwell belajar betapa pentingnya pondasi kepercayaan yang Kokoh. Saat itu, sebagai pastor senior di Gereja Skyline di San Diego, Maxwell sibuk dengan persiapan pertunjukan Natal yang besar. Namun, dalam kesibukan itu, ia membuat tiga keputusan besar tanpa melibatkan tim secara tepat. Meskipun keputusan-keputusan itu sebenarnya tidak salah, Maxwell tidak mengikuti langkah-langkah yang diperlukan dalam memprosesnya. Akibatnya, tim mulai merasa tidak nyaman dan tidak sepenuhnya percaya pada dirinya.
Maxwell menyadari kesalahan itu dan meminta maaf kepada bawahannya. Dia belajar bahwa penting untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Setelah meminta maaf, dia memastikan untuk selanjutnya akan melakukan hal-hal dengan benar. Maxwell menyadari bahwa dalam kepemimpinan, tidak ada yang namanya jalan pintas, meskipun sudah lama memimpin. Penting untuk melibatkan tim dalam pengambilan keputusan, menjelaskan visi, dan memberikan waktu bagi tim untuk melakukan pendekatan pada para pihak terkait.
Dalam menghadapi kesalahan, transparansi dan tanggung jawab adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan. Maxwell belajar secara langsung bahwa dalam kepemimpinan, kepercayaan tidak boleh diabaikan, dan langkah-langkah yang tepat harus diikuti, tidak peduli seberapa pentingnya tugas yang dihadapi. Tidak butuh waktu lama bagi Maxwell di saat itu untuk kembali memperkuat pondasi kepemimpinannya di hadapan semua orang. Hal ini dia jelaskan dalam buku “Developing the Leader Within You”, bahwasanya sejarah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin memiliki pengaruh besar terhadap kredibilitasnya.
Ini seperti menambahkan atau mengurangi uang receh di saku Anda. Setiap kali Anda membuat keputusan kepemimpinan yang baik, itu akan menambahkan uang receh di saku Anda. Setiap kali Anda membuat keputusan buruk, Anda harus membayarkan sebagian uang receh itu kepada orang-orang di sekitar Anda.
Setiap pemimpin memiliki sejumlah uang receh di sakunya saat mengisi jabatan kepemimpinan baru. Mulai dari situ, ia bisa memperbanyak uang recehnya atau menghabiskannya. Jika ia terus membuat keputusan buruk, ia terus membayarkan uang recehnya. Lalu suatu hari, setelah membuat satu keputusan buruk, ia merogoh ke dalam sakunya dan menyadari bahwa uang recehnya sudah habis. Maka di situlah kepemimpinannya berakhir.
Tidak peduli apakah kesalahan itu besar atau kecil. Ketika uang receh Anda habis, Anda tidak bisa lagi menjadi pemimpin. Seorang pemimpin yang terus membuat keputusan baik dan mencatatkan keberhasilan bagi organisasi akan memperbanyak uang recehnya. Bahkan jika ia membuat kesalahan besar, ia masih memiliki banyak uang receh tersisa. Itulah pengalaman yang didapat Maxwell di Skyline, mengapa ia bisa dengan cepat membangun kembali kepercayaan dengan orang-orang di sekitarnya.