Resensi Buku

Dalam Kekuasaan, Menjauhlah dari Bayangan Pendahulu 1

Di dalam dinamika kekuasaan, seringkali kita melihat bahwa apa yang terjadi pertama kali selalu memiliki daya tarik dan keoriginalan yang lebih besar daripada yang terjadi setelahnya. Ini seperti melihat sesuatu yang baru, yang belum terjamah oleh jejak waktu atau pengalaman lain. Dalam realitasnya, memiliki orang tua yang hebat tidak selalu cukup untuk mempertahankan kekuasaan. Dalam perjalanan mencapai kekuasaan, seseorang harus memiliki tekad dan usaha ekstra untuk melampaui pencapaian mereka yang datang sebelumnya. Prinsip ini diperlihatkan sejarah dan dirangkum oleh Robert Greene dalam buku 48 Laws of Power.

Menjadi anak dari seseorang yang hebat atau memiliki prestasi yang luar biasa adalah tantangan tersendiri. Jika seorang anak ingin melampaui orang tuanya, ia perlu berusaha dua kali lipat dari yang dilakukan orang tuanya. Ini bukan hanya soal melampaui nama besar orang tua atau mengikuti jejak mereka, tetapi tentang menciptakan identitas dan kekuatannya sendiri.

Di zaman dahulu, cerita tentang seorang pemuda yang membangun namanya sendiri menjadi sebuah kisah yang sejalan dengan prinsip ini. Pemuda itu bernama Alexander Agung, dan hidupnya penuh dengan tantangan dan pilihan sulit.

Awalnya, Alexander hidup dalam bayang-bayang ayahnya, Raja Philip dari Makedonia. Ayahnya memiliki reputasi sebagai penguasa licik dan berhati-hati, dan Alexander tidak menyukai gaya hidupnya yang penuh kemewahan. Alexander memiliki tekad untuk tidak menjadi seperti ayahnya. Dia ingin menjadi pribadi yang berbeda, yang berani, tidak banyak bicara, dan tidak terjebak dalam kehidupan masa lalu.

Ketika seorang pedagang membawa kuda pemberian, bernama Bucephalus, untuk dijual kepada Raja Philip. Kuda itu begitu liar sehingga tidak ada yang bisa menungganginya. Membuat raja marah dan menyuruh kuda itu agar dibawa pergi. Namun, Alexander tidak gentar. Ia terang-erangan menentang titah ayahnya. Dengan keberanian dan keahliannya, dia berhasil menjinakkan kuda tersebut, suatu prestasi yang membuatnya diakui di hadapan semua orang. Tapi sang raja menilai itu sebagai tindakan membangkang. Hubungan antara Alexander dan ayahnya semakin memanas sejak kejadian itu.

Setelah kematian Raja Philip. Alexander, yang menjadi raja, tidak ingin hidup dalam bayang-bayang ayahnya. Dia mengambil langkah-langkah drastis untuk menunjukkan bahwa dia lebih dari sekadar pewaris. Bahkan ketika penasihatnya menyarankan agar dia mengikuti jejak ayahnya, yaitu menggunakan kelicikan dan kehati-hatian saat menghadapi pemberontakan, Alexander memilih jalannya sendiri. Dia menaklukkan kota-kota pemberontak dengan cara yang kejam, menunjukkan bahwa dia tidak takut mengambil risiko untuk mencapai tujuannya.

Raja Phillip dulu ingin menaklukkan Persia, tapi masih belum bisa, dan Alexander sanggup melakukannya. Namun, kemenangan atas Persia tidak cukup bagi Alexander. Dia tidak puas dengan kemenangan masa lalu dan tidak ingin hidup dalam bayang-bayang prestasi ayahnya. Sebaliknya, dia memutuskan untuk memperluas kerajaannya ke India. Meskipun tentaranya mulai lelah, Alexander tidak kenal lelah dalam mengejar ambisinya.

Kisah Alexander Agung adalah cerminan dari keinginan untuk melepaskan diri dari beban masa lalu dan menciptakan identitas yang unik. Baginya, menjadi yang pertama dan memiliki keunggulan adalah kunci untuk meraih kejayaan. Dia tidak takut mengambil risiko, bahkan jika itu berarti melawan ayahnya sendiri. Dalam permainan kekuasaan, tidak ada waktu untuk beristirahat, dan hanya mereka yang berani melangkah maju yang akan meraih kemenangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *