Resensi Buku

Memahami Pentingnya Budaya Organisasi melalui Perspektif Edgar H. Schein

Pada kesempatan ini kita akan memulai suatu seri pembahasan tentang sebuah buku tentang manajemen organisasi. Bab pertama buku “Organizational Culture and Leadership” karya Edgar H. Schein, berjudul “The Concept of Organizational Culture: Why Bother?”, menawarkan pondasi penting untuk memahami mengapa budaya organisasi bukan sekadar konsep abstrak, melainkan kekuatan yang menggerakkan dinamika internal organisasi. Schein membuka pembahasan dengan pertanyaan mendasar: mengapa kita perlu peduli dengan budaya organisasi? Jawabannya terletak pada kemampuannya menjelaskan berbagai fenomena kompleks yang sering dianggap membingungkan atau irasional dalam kehidupan organisasi.

Fenomena Organisasi yang Membingungkan

Schein mengawali dengan menggambarkan sejumlah situasi umum yang kerap membuat anggota organisasi frustasi. Misalnya, perilaku atasan yang tak terduga, kesulitan bernegosiasi dengan pihak eksternal yang mempertahankan posisi “tidak logis”, atau konflik antar departemen yang justru menghambat tujuan bersama. Contoh konkret lainnya termasuk resistensi karyawan terhadap perubahan, meskipun perubahan tersebut diperlukan untuk kemajuan organisasi, atau kecerdasan individu yang tidak mencegah mereka dari mengambil keputusan merugikan. Fenomena-fenomena ini, menurut Schein, bukanlah kebetulan, melainkan cerminan dari budaya organisasi yang belum sepenuhnya dipahami.

Budaya Organisasi sebagai Kunci Penjelas

Schein menegaskan bahwa budaya organisasi adalah “lensa” untuk mengurai kompleksitas tersebut. Budaya ini bekerja di luar kesadaran individu, membentuk pola pikir, emosi, dan tindakan kolektif. Ia menjelaskannya melalui tiga elemen kunci:

  1. Abstraksi yang Teramati: Budaya terlihat melalui simbol-simbol seperti bahasa, ritual, norma, dan nilai yang dipegang organisasi. Misalnya, ritual rapat mingguan atau jargon khusus bisa mencerminkan prioritas dan filosofi kelompok.
  2. Hasil Pembelajaran Sosial: Budaya terbentuk dari proses adaptasi kelompok terhadap tantangan eksternal dan upaya menjaga integrasi internal. Seiring waktu, solusi yang berhasil diulang menjadi kebiasaan dan diwariskan ke anggota baru.
  3. Asumsi Bersama yang Tak Terucapkan: Inti budaya adalah asumsi dasar yang diyakini sebagai kebenaran mutlak. Asumsi ini jarang dipertanyakan, seperti keyakinan bahwa “inovasi adalah kunci kesuksesan” atau “hierarki harus dihormati”.

Implikasi bagi Kepemimpinan

Schein menekankan bahwa pemahaman budaya organisasi adalah keharusan bagi pemimpin. Tanpanya, pemimpin berisiko menjadi “korban” budaya yang ada. Contohnya, seorang CEO yang ingin menerapkan transformasi digital tetapi gagal karena tidak menyadari bahwa budaya perusahaan terlalu kaku dan menghindari risiko. Sebaliknya, pemimpin yang memahami budaya dapat mengidentifikasi asumsi dasar yang perlu diubah, lalu merancang strategi transformasi yang selaras dengan nilai-nilai yang sudah ada.

Penutup: Dari Korban Menjadi Agen Perubahan

Bab ini mengajak pembaca untuk melihat budaya organisasi bukan sebagai penghambat, melainkan sebagai alat strategis. Bagi Schein, budaya adalah realitas yang harus dipetakan, bukan diabaikan. Pemimpin yang mampu “membaca” budaya akan memiliki kendali untuk mengarahkan perubahan, meminimalkan konflik, dan membangun lingkungan yang adaptif. Dengan kata lain, memahami budaya organisasi adalah langkah pertama untuk menciptakan organisasi yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dalam kompleksitas zaman.

Schein mengingatkan kita: dalam dunia yang penuh ketidakpastian, budaya organisasi adalah kompas yang sering terlupakan. Tanpa memahami kompas ini, organisasi—dan pemimpinnya—akan tersesat dalam labirin masalah yang sebenarnya bisa diantisipasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *