Resensi Buku

Memanfaatkan Kemarahan demi Kekuasaan 2

Tantrum, kemarahan, dan luapan emosi yang tidak terkendali seringkali tidak memberikan manfaat strategis. Sebaliknya, kesemuanya itu cenderung menciptakan keraguan dan kegelisahan terhadap kekuatan seseorang. Ketika Anda melepaskan letusan badai ini, sebenarnya Anda sedang menunjukkan kelemahan, dan ini bisa menjadi tanda kejatuhan. Dalam keadaan tertentu, tidak ada keuntungan yang didapat dari memunculkan permusuhan kepada siapa pun. Oleh karena itu, penting untuk menghindari berbicara dengan marah kepada orang lain atau menunjukkan kebencian melalui kata-kata atau penampilan. Tindakan semacam itu dianggap tidak perlu, berbahaya, bodoh, konyol, dan vulgar. Lebih baik mengekspresikan kemarahan atau kebencian melalui tindakan nyata daripada tampilan yang merugikan.

Pada abad ketiga M, selama pertempuran penting dalam Perang Tiga Kerajaan, penasihat komandan Ts’ao Ts’ao menemukan dokumen yang menunjukkan bahwa beberapa jenderalnya telah bersekongkol dengan musuh. Penasihat tersebut mendorong Ts’ao Ts’ao untuk menangkap dan mengeksekusi para jenderal yang terlibat. Namun, Ts’ao Ts’ao mengambil keputusan yang berbeda. Sebaliknya, dia memerintahkan agar dokumen-dokumen tersebut dibakar dan masalah itu dilupakan.

Pada saat yang sangat kritis dalam pertempuran tersebut, Ts’ao Ts’ao menyadari bahwa jika dia menunjukkan kemarahan atau menuntut keadilan secara langsung, hal itu dapat berdampak buruk pada moral pasukannya. Tindakan marah bisa membuat fokus terhadap ketidaksetiaan para jenderal, yang mungkin merusak semangat perang pasukan Ts’ao Ts’ao. Ts’ao Ts’ao memilih untuk tetap tenang dan membuat keputusan yang bijaksana dalam situasi tersebut.

Dengan menunda penegakan keadilan, Ts’ao Ts’ao mengambil pendekatan yang lebih strategis. Dia menyadari bahwa keadilan tetap dapat dijalankan, tetapi pada waktu yang tepat. Menahan diri dari tindakan marah juga membantu menjaga ketenangan di dalam pasukannya. Dengan sikap yang tenang dan keputusan yang tepat, Ts’ao Ts’ao mengelola situasi dengan bijaksana dan memastikan bahwa kepentingan jangka panjangnya tidak terganggu oleh tindakan impulsif.

Pilihan Ts’ao Ts’ao untuk menunda keadilan dan menjaga ketenangan pasukannya membuktikan kebijaksanaannya sebagai seorang pemimpin militer. Dalam keadaan kritis, kemampuannya untuk mengambil keputusan yang strategis dan tetap fokus pada tujuan jangka panjangnya menjadi kunci kesuksesan dalam pertempuran tersebut.

Dalam konteks kekuasaan dan pengaruh, ketenangan dan objektivitas merupakan kunci untuk menjaga kendali. Tanpa adanya emosi yang di luar kendali, lawan memiliki waktu dan ruang untuk merencanakan tindakan.

Ibarat kolam ikan, aduklah airnya, paksa ikan-ikan itu ke permukaan, dan buat mereka bertindak tanpa persiapan. Inilah yang disebut sebagai mencuri inisiatif. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memunculkan emosi yang tidak terkendali, misalnya menyentuh perkara kebanggaan, kesombongan, cinta, atau kebencian. Dengan merangsang emosi lawan, Anda dapat membuat mereka kehilangan kendali dan jatuh ke dalam perangkap yang telah Anda buat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *