Leadership

Keterampilan Utama Kepemimpinan Strategis (bag 2)

Terdapat enam keterampilan yang memungkinkan para pemimpin untuk berpikir secara strategis, yaitu: kemampuan mengantisipasi, menantang status quo, menafsirkan, memutuskan, menyelaraskan, dan belajar. Pada bagian ini kita memasuki pembahasan kemampuan ke-2.

>h2<2. Menantang status quo>/h2< Pemikir strategis mempertanyakan status quo. Mereka menantang asumsi mereka sendiri dan asumsi orang lain dan mendorong penggunaan sudut pandang yang berbeda. Hanya setelah melakukan refleksi yang cermat dan melihat masalah melalui berbagai lensa barulah mereka mengambil tindakan tegas. Ini membutuhkan kesabaran, keberanian, dan pikiran terbuka. Untuk contoh, anggap saja terdapat seorang pimpinan divisi di perusahaan energi, yang berpegang teguh pada caranya dan menghindari situasi berisiko. Ketika menghadapi masalah yang sulit — bagaimana mengkonsolidasikan unit bisnis untuk merampingkan biaya — dia lalu mengumpulkan semua informasi yang tersedia dan memikirkan sendiri solusinya di ruangannya. Solusinya, meskipun dipikirkan dengan matang, dapat diprediksi dan jarang sekali inovatif. Dalam kasus konsolidasi, ia berfokus pada dua bidang bisnis yang serupa dan berkinerja buruk daripada mempertimbangkan reorganisasi lebih berani yang akan merampingkan kegiatan di seluruh divisi. Ketika dia membutuhkan nasihat dari luar, dia mendatangi beberapa konsultan berpengalaman di satu firma tepercaya yang menyarankan solusi yang terbukti benar alih-alih mempertanyakan asumsi dasar industri. Hingga pada titik tertentu, Ia menyadari pentingnya belajar bagaimana menggunakan pandangan yang berbeda (bahkan berlawanan) dan menantang pemikirannya sendiri serta pemikiran para penasihatnya. Ini tidak nyaman pada awalnya, tetapi kemudian dia mulai melihat bahwa dia dapat menghasilkan solusi baru untuk masalah yang ia hadapi dan memperbaiki pengambilan keputusan strategisnya. Untuk mencari solusi perampingan organisasi, dia akhirnya menugaskan seorang kolega agar berperan sebagai pihak oposisi yang harus kritis — sebuah pendekatan yang akhirnya menghasilkan solusi hibrida: Tim yang masih berkinerja baik diizinkan mempertahankan alokasi SDM dan keuangan mereka selama periode transisi sambil memanfaatkan sistem informasi dan aspek legal baru yang sepenuhnya terpusat. Untuk meningkatkan kemampuan Anda dalam menantang asumsi:

  • Fokus pada akar penyebab masalah daripada gejalanya. Terapkan metode “lima alasan” dari Sakichi Toyoda, pendiri Toyota. (“Retur produk meningkat 5% bulan ini.” “Mengapa?” ​​“Karena produk terkadang mengalami malfungsi.” “Mengapa?” ​​Dan seterusnya.)>/li< >li/li< >li/li< >li/li< >li/li< >li/li< >/ul< >h2<3. Menafsirkan>/h2< Pemimpin yang menantang asumsi dengan cara yang benar selalu mendapatkan informasi yang kompleks dan saling bertentangan. Itu sebabnya pemimpin yang baik juga bisa menafsirkan. Alih-alih secara refleks melihat atau mendengar apa yang Anda harapkan, Anda harus menyatukan semua masukan yang Anda miliki. Anda harus mengenali pola, mengatasi ambiguitas, dan mencari wawasan baru. Mantan presiden Finlandia J. K. Paasikivi mengatakan bahwa kebijaksanaan dimulai dengan mengenali fakta dan kemudian “mengenali kembali,” atau memikirkan kembali, untuk mengungkap implikasi yang tersembunyi. bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *