Pemimpin Sukses Punya Intuisi Kepemimpinan (4)
Para pemimpin yang hebat menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan intuisi. Setiap kali pemimpin menemui masalah, mereka secara otomatis mengukur dan mulai menyelesaikannya menggunakan intuisinya. Mereka mengevaluasi semua hal dengan pola pikir kepemimpinan.
Intuisi kepemimpinan berperan pula dalam kebangkitan perusahaan Apple Computer. Perusahaan ini dibuat pada tahun 1976 oleh Steve Jobs dan Steve Wozniak di garasi ayah Jobs. Hanya empat tahun kemudian, perusahaan ini go public, melantai di harga dua puluh dua dolar per saham dan menjual 4,6 juta saham. Saat itu, lebih dari empat puluh karyawan dan investor menjadi milyarder seketika. Tapi sejak tahun-tahun awal itu, kejayaan Apple, nilai saham, dan kemampuannya dalam mendapatkan pelanggan selalu berfluktuasi secara liar.
Jobs keluar dari Apple tahun 1985, karena mengalami pertikaian dengan CEO John Sculley, mantan presiden Pepsi yang direkrut Jobs pada tahun 1983. Sculley diganti oleh Michael Spindler pada tahun 1993 dan kemudian Gilbert Amelio pada tahun 1996. Tidak satupun dari mereka mampu mengembalikan kejayaan Apple seperti sebelumnya. Pada masa kejayaannya, Apple menguasai 14,6% penjualan komputer pribadi di Amerika Serikat. Pada tahun 1997, penjualannya menurun menjadi 3,5%. Itulah saat Apple mengandalkan kepemimpinan pendiri aslinya, Steve Jobs, untuk memulihkan keadaan.
Jobs dengan intuitif meninjau situasi dan segera mengambil tindakan. Dia mengetahui bahwa perbaikan tidak mungkin terjadi tanpa perubahan dalam kepemimpinan, oleh karena itu dia cepat mengganti semua anggota dewan yang lama kecuali dua orang. Dia LALU melihat fokus perusahaan. Jobs kembali kepada sesuatu yang selalu dilakukan Apple dengan baik: menggunakan keunikan untuk menciptakan produk yang membuat perbedaan. Jobs meninjau rencana produk baru dan membatalkan lebih dari 70% proyek, mengamankan 30% yang memang berharga. Selain itu, ia menambah proyek yang membawa paradigma baru dalam bidang komputer. Dia juga merasakan adanya masalah dengan pemasaran perusahaan, jadi ia memecat agen periklanan dan mengadakan kompetisi untuk menentukan agen periklanan yang baru. Sampai di sini tidak ada tindakan yang terlalu mengejutkan.
Jobs kemudian juga melakukan sesuatu yang benar-benar menunjukkan hukum intuisi bekerja. Dia mengambil keputusan kepemimpinan yang benar-benar bertentangan dengan pemikiran Apple sebelumnya. Jobs membuat aliansi strategis dengan orang yang dianggap karyawan Apple sebagai musuh besar mereka — Bill Gates. Menurut Jobs, Microsoft dan Apple seharusnya bekerja lebih erat, tetapi terdapat masalah yang harus diselesaikan, yaitu sengketa kekayaan intelektual. Hal inilah yang harus diprioritaskan. Mereka bernegosiasi dengan cepat, yang menghasilkan penyelesaian tuntutan hukum Apple terhadap Microsoft. Gates berjanji untuk melunasi hutang Apple dan menanamkan $150 juta dalam bentuk saham non-voting. Itu membuka jalan bagi kerjasama di masa depan dan menghasilkan modal yang sangat dibutuhkan perusahaan. Itu adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh intuisi pemimpin. Tak heran ketika Jobs menyampaikan aliansi baru ini pada pertemuan internal Apple, terdapat penolakan. Tetapi di Wall Street, nilai saham Apple langsung meningkat 33% menjadi $26,31. Apple sekarang terlihat seolah-olah berubah arah. Sebelum kedatangan Jobs, perusahaan ini mencatatkan kerugian bersih per kuartal di tahun sebelumnya mencapai lebih dari $1 miliar. Namun, pada kuartal fiskal pertama 1998, Apple akhirnya mencatat laba bersih sebesar $47 juta. Walau secara jangka panjang sulit untuk mengetahui apakah perusahaan ini akan kembali ke kejayaan lamanya, tetapi setidaknya di waktu itu perusahaan ini memiliki peluang untuk bertahan.
Kepemimpinan sebenarnya lebih merupakan seni daripada ilmu. Prinsip-prinsip kepemimpinan tetap sama, tetapi penerapannya berbeda untuk setiap pemimpin dan setiap situasi. Itulah mengapa diperlukan intuisi.