Resensi Buku

Bagian ke-6 Rangkuman Buku “Learned Optimism”

Buku Learned Optimism karya Martin E. P. Seligman membahas tentang bagaimana cara berpikir dapat mempengaruhi kesuksesan di berbagai bidang kehidupan, termasuk di tempat kerja. Dalam pembahasan bagian ini, Seligman fokus pada pentingnya optimisme dalam mencapai kesuksesan di dunia profesional.

Seligman mengawali dengan kisah pertemuannya dengan John Leslie, seorang pengusaha sukses yang percaya bahwa kunci keberhasilan terletak pada kepercayaan diri timnya, yang ia gambarkan sebagai “percaya diri bisa berjalan di atas air”. Pertemuan ini menginspirasi Seligman untuk menyelidiki hubungan antara optimisme dan kesuksesan, khususnya dalam bidang penjualan.

Seligman kemudian mengulas studi yang dilakukannya bersama Metropolitan Life, sebuah perusahaan asuransi besar di Amerika Serikat. Studi ini bertujuan untuk menguji apakah tes optimisme yang mereka kembangkan dapat memprediksi kesuksesan seorang agen asuransi.

Tes optimisme ini disebut Attributional Style Questionnaire (ASQ). Tes ini dirancang untuk mengukur bagaimana seseorang cenderung menafsirkan peristiwa, khususnya peristiwa negatif, dalam hidup mereka.

Tes ASQ berbentuk serangkaian pertanyaan yang meminta seseorang untuk menceritakan sebuah peristiwa negatif yang mereka alami dan menjelaskan penyebabnya.

Berikut adalah contoh pertanyaan dari ASQ: “Bayangkan Anda gagal dalam sebuah ujian penting. Jelaskan mengapa hal itu terjadi.”

Tes ASQ melakukan analisis jawaban berdasarkan tiga dimensi penting. Pertama, Permanence, menentukan apakah penyebab suatu permasalahan bersifat permanen atau sementara. Kedua, Pervasiveness, mempertimbangkan apakah penyebab tersebut berlaku untuk semua situasi atau hanya situasi tertentu. Terakhir, Personalization, menilai apakah penyebabnya terkait langsung dengan individu atau dipengaruhi faktor eksternal.

Seligman menghitung skor optimisme dengan menghitung perbedaan antara skor positif (optimis) dan skor negatif (pesimis) pada masing-masing dimensi. Skor tinggi menunjukkan tingkat optimisme yang lebih tinggi, sementara skor rendah menunjukkan tingkat optimisme yang lebih rendah.

Hasil studi menunjukkan bahwa agen yang memiliki skor tinggi dalam tes optimisme cenderung bertahan lebih lama di pekerjaan dan menghasilkan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan agen yang memiliki skor rendah.

Seligman menjelaskan bahwa optimisme berperan penting dalam menghadapi penolakan dan kegagalan yang sering terjadi dalam pekerjaan penjualan. Agen yang optimis cenderung melihat penolakan sebagai sesuatu yang sementara, spesifik, dan bukan kesalahan mereka sendiri, sehingga mereka lebih mudah untuk bangkit kembali dan terus berusaha.

Studi ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki skor tinggi dalam tes optimisme juga cenderung memiliki skor tinggi dalam tes kemampuan, namun Seligman berpendapat bahwa optimisme merupakan faktor ketiga yang sangat penting dalam mencapai kesuksesan, selain kemampuan dan motivasi.

Seligman juga menekankan pentingnya melatih optimisme, baik untuk individu maupun organisasi. Ia memberikan contoh Steve Prosper, seorang agen asuransi yang pesimis dan kesulitan untuk mencapai target penjualan. Namun, setelah mengikuti pelatihan optimisme, Steve berhasil meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi penolakan dan mencapai kesuksesan.

Seligman menyimpulkan bahwa optimisme dapat menjadi senjata rahasia untuk meraih kesuksesan di tempat kerja. Dengan mengidentifikasi dan melatih optimisme, perusahaan dapat memilih, menempatkan, dan melatih karyawan yang tepat, serta meningkatkan performa tim secara keseluruhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *