Melemahkan Pucuk Kekuasaan dan Menguasai Bawahan 1
Dalam buku 48 Laws of Power, Robert Greene menyatakan bahwa seringkali, masalah berasal dari satu orang yang kuat, seperti pembuat onar, bawahan yang arogan, atau orang yang menyamar baik tetapi berniat buruk. Jika kita membiarkan orang seperti itu tetap berada di sekitar, pengaruh buruk mereka akan memengaruhi orang lain. Sebaiknya, jangan biarkan masalah menjadi lebih buruk, dan jangan coba untuk berbicara dengan mereka—mereka sulit diubah. Yang terbaik adalah mengurangi pengaruh mereka dengan menjauhkan atau mengusir mereka. Dengan melakukan itu, sumber masalah akan diatasi, dan orang-orang yang hanya mengikuti tanpa alasan yang kuat akan melemah dengan sendirinya.
Dalam sejarah kuno Athena, terdapat sebuah pendekatan unik untuk mengatasi individu yang menjadi sumber konflik dalam masyarakat. Konsep pengucilan atau pembuangan menjadi solusi yang diadopsi oleh warga Athena untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam kota mereka.
Pada masa itu, masalah sering kali dapat ditelusuri kembali ke satu individu yang memiliki pengaruh negatif. Baik itu pembuat onar, bawahan arogan, atau pelemah inisiatif, mereka dianggap sebagai ancaman terhadap kohesi masyarakat. Orang Athena menyadari bahwa membiarkan individu seperti itu berada dalam masyarakat dapat menyebabkan perpecahan dan kekacauan di dalam kota. Oleh karena itu, mereka mengambil langkah tegas untuk mengisolasi atau mengusir individu tersebut sebelum masalahnya meruncing.
Jadi kisahnya, pada abad keenam SM, Athena mengalami transformasi politik setelah penggulingan tiran kecil yang mendominasi politik. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul dilema baru: bagaimana mengatasi individu yang tidak peduli dengan kesatuan kota, hanya memikirkan diri sendiri, dan cenderung menciptakan ketegangan? Dalam menghadapi tantangan ini, warga Athena menciptakan tradisi unik dengan menggunakan “ostraka” atau potongan gerabah untuk mengekspresikan ketidaksetujuan terhadap individu yang dianggap merugikan.
Proses pengucilan ini dilakukan setiap tahun di pasar, di mana warga menuliskan nama individu yang ingin mereka usir selama sepuluh tahun. Jika suara mencapai enam ribu, individu tersebut akan langsung diasingkan. Jika tidak, individu dengan jumlah suara terbanyak akan mengalami “pengucilan” sepuluh tahun. Pengusiran ini dianggap sebagai solusi yang lebih memuaskan dan tidak terlalu brutal untuk menangani keegoisan yang terlalu parah.
Sejarah Athena juga mencatat kasus-kasus pengucilan terkenal, seperti pengucilan terhadap Aristides pada tahun 482 SM. Meskipun Aristides adalah jenderal besar yang membantu mengalahkan Persia, sikapnya dianggap sombong dan menjengkelkan oleh warga Athena. Begitu pula dengan Themistocles, yang meskipun pernah meraih kemenangan besar, kesombongannya membuatnya dicap sebagai ancaman bagi keseimbangan kota.
Namun, praktik pengucilan ini tidak berlangsung selamanya. Pada tahun 472 SM, nama Themistocles tercantum dalam “ostraka,” dan masyarakat kota membebaskan diri dari kehadirannya yang dianggap merusak. Ini menandai akhir dari praktik pengucilan yang telah menjadi salah satu kunci menjaga perdamaian di Athena selama hampir seratus tahun.
Pelajaran yang bisa diambil dari sejarah ini adalah pentingnya mengidentifikasi sumber konflik dalam masyarakat, atau kelompok yang lebih kecil, dan mengambil tindakan cepat sebelum masalahnya membesar. Tidak menunggu hingga konflik meluas, tetapi segera memisahkan individu yang potensial merusak keseimbangan. Meskipun pendekatan ini mungkin terlihat ekstrim, namun bagi masyarakat Athena, itu menjadi langkah yang efektif untuk menjaga perdamaian dan harmoni di tengah-tengah perubahan politik dan sosial.