Bagian ke-7 Rangkuman Buku “Learned Optimism”
Buku “Learned Optimism” karya Martin E.P. Seligman pada bagian ini membahas tentang asal usul gaya penjelasan (explanatory style) yang terbentuk pada masa kanak-kanak. Gaya penjelasan adalah cara seseorang menafsirkan penyebab kejadian, khususnya kejadian buruk. Gaya penjelasan yang optimistis melihat kejadian buruk sebagai sementara, spesifik, dan tidak disebabkan oleh diri sendiri, sedangkan gaya penjelasan yang pesimistis melihatnya sebagai permanen, meluas, dan disebabkan oleh diri sendiri.
Selligman mengemukakan bahwa gaya penjelasan terbentuk sejak usia dini dan memiliki dampak besar pada kehidupan seseorang. Terdapat tiga faktor utama yang memengaruhi pembentukan gaya penjelasan pada anak.
Faktor pertama; gaya penjelasan ibu memiliki pengaruh besar terhadap cara anak memandang dunia. Anak-anak sangat peka terhadap cara ibu mereka menjelaskan kejadian, terlepas kejadian baik maupun buruk. Misalnya, jika seorang ibu selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian buruk dan menghubungkannya dengan kejadian buruk lainnya, anak cenderung meniru gaya penjelasan tersebut dan menganggap kejadian buruk sebagai sesuatu yang permanen, meluas, dan disebabkan oleh dirinya sendiri.
Faktor yang kedua, kritik dari orang dewasa dapat memiliki dampak yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki cenderung mendapat kritik yang bersifat sementara dan spesifik, sementara anak perempuan lebih sering mendapat kritik yang bersifat permanen dan meluas. Kritik yang bersifat permanen dan meluas membuat anak perempuan cenderung merasa tidak kompeten dan tidak berharga, sehingga rentan terhadap pesimisme dan depresi.
Faktor ketiga adalah krisis kehidupan yang dialami anak. Krisis ini dapat memiliki dampak yang berbeda pada gaya penjelasan mereka. Anak yang berhasil mengatasi krisis, seperti kesulitan ekonomi keluarga yang kemudian teratasi, cenderung memiliki gaya penjelasan yang optimistis dan menganggap kejadian buruk sebagai sesuatu yang sementara dan dapat diatasi. Sebaliknya, anak yang mengalami krisis yang tidak teratasi, seperti kemiskinan yang berlarut-larut, cenderung memiliki gaya penjelasan yang pesimistis dan menganggap kejadian buruk sebagai sesuatu yang permanen dan tidak dapat diatasi.
Dari penjelasan tiga faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya penjelasan yang optimistis terbentuk melalui contoh yang baik dari orang tua, khususnya ibu, dan melalui kritik yang bersifat sementara dan spesifik. Sebaliknya, gaya penjelasan yang pesimistis terbentuk melalui contoh yang buruk dari orang tua, khususnya ibu, dan melalui kritik yang bersifat permanen dan meluas. Anak-anak yang mengalami krisis kehidupan, terutama krisis yang tidak teratasi, cenderung memiliki gaya penjelasan yang pesimistis.
Pentingnya membentuk gaya penjelasan yang optimistis sangat besar karena memberikan dampak positif bagi anak. Gaya penjelasan ini membantu anak mengatasi kekecewaan dan kegagalan dengan lebih baik, sehingga mencegah depresi dan meningkatkan rasa percaya diri. Selain itu, anak yang optimistis cenderung lebih tekun dan berusaha mengatasi kesulitan, sehingga meningkatkan prestasi di sekolah dan kehidupan. Bahkan, gaya penjelasan ini juga berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dengan mengurangi stres dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Orang tua dapat memainkan peran penting dalam membentuk gaya penjelasan optimistis pada anak melalui pemodelan dan pengajaran. Dengan memberikan contoh yang baik dan menjelaskan cara berpikir positif, orang tua dapat membantu anak mengembangkan kemampuan menghadapi kesulitan. Penting juga untuk memberikan dukungan dan kasih sayang, terutama saat anak mengalami kesulitan, serta mengajarkan strategi coping efektif agar anak dapat mengatasi kesulitan secara mandiri.