Rencanakan Semuanya Hingga Akhir 2
Menurut pandangan kosmologi Yunani kuno, dewa-dewa dianggap memiliki kemampuan melihat masa depan secara lengkap. Mereka bisa melihat segala hal yang akan terjadi, bahkan yang paling rumit sekalipun. Sebaliknya, manusia dianggap sebagai korban nasib, terjebak dalam momen dan emosi mereka, dan tidak bisa melihat lebih jauh dari bahaya yang ada di depan mereka.
Pahlawan-pahlawan seperti Odysseus, yang bisa merenungkan masa depan dan merencanakan tindakan mereka ke depan, seakan-akan menantang takdir. Mereka hampir seolah memiliki kemampuan seperti dewa dalam menentukan nasib mereka sendiri. Perbandingan ini masih relevan hingga saat ini. Orang-orang di antara kita yang mampu berpikir jauh ke depan dan dengan sabar merencanakan langkah-langkah mereka nampaknya memiliki kekuatan luar biasa, karena kebanyakan orang terlalu fokus pada saat ini untuk membuat perencanaan dengan jangka waktu yang panjang.
Kemampuan untuk mengabaikan godaan bahaya dan kenikmatan segera dapat diartikan sebagai kekuatan. Ini berarti seseorang mampu melawan kecenderungan alami manusia untuk merespons impulsif terhadap situasi saat ini. Sebaliknya, mereka melatih diri mereka sendiri untuk mundur sejenak dan membayangkan hal-hal yang lebih besar yang mungkin terjadi di luar pandangan mereka yang sempit.
Banyak orang mungkin berpikir bahwa mereka telah menyadari masa depan dan merencanakan dengan baik. Namun, seringkali mereka hanya terjebak dalam keinginan pribadi mereka, berfokus pada apa yang mereka inginkan di masa depan. Rencana mereka mungkin kabur dan lebih didasarkan pada imajinasi daripada pada kenyataan. Mereka mungkin percaya bahwa mereka telah berpikir secara menyeluruh, tetapi sebenarnya hanya berfokus pada akhir yang bahagia.
Pemilihan Prancis pada tahun 1848 menghasilkan pertarungan sengit antara dua tokoh utama: Louis-Adolphe Thiers, yang dikenal sebagai orang yang berpikiran tegas, dan Jenderal Louis Eugène Cavaignac, seorang pemberontak dari sayap kanan. Ketika Thiers menyadari dirinya tertinggal dalam persaingan yang berisiko tinggi ini, ia berusaha mati-matian mencari jalan keluar. Dia mengarahkan perhatiannya pada Louis Bonaparte, cucu dari Jenderal Napoleon yang terkenal, yang saat itu hanya menjadi wakil rendahan di parlemen. Meskipun tampak kurang cerdas, tapi namanya itu saja sudah cukup kuat untuk menarik perhatian seluruh negeri yang menginginkan pemimpin yang kuat. Awalnya, Bonaparte diharapkan akan menjadi boneka Thiers.
Bonaparte terpilih dengan mayoritas suara yang signifikan, dan yang tidak diperkirakan oleh Thiers adalah ambisi Bonaparte yang ternyata begitu besar. Ini menghancurkan rencana awal Thiers untuk Bonaparte. Tiga tahun kemudian, Bonaparte membubarkan parlemen, mengakhiri era ketidakpastian bagi kekuasaannya. Pelajaran penting dari cerita ini adalah pentingnya mengenali akhir dari suatu tindakan, karena hal itu menentukan siapa yang akan mendapatkan kehormatan, kekayaan, dan hadiah. Kesimpulan harus selalu jelas dalam pikiran, dan kita harus siap menghadapi tantangan yang mungkin muncul dalam perjalanan kita menuju tujuan.