Leadership

Hukum Navigasi dalam Kepemimpinann (1)

Dalam kepemimpinan terdapat sebuah perkara yang dinamakan dengan hukum navigasi; seorang pemimpin yang baik harus mampu menjalankan peran sebagai pemandu atau navigator bagi anak buahnya. Hukum ini dinyatakan oleh John C. Maxwell dalam tulisannya The 21 Irrefutable Laws Of Leadership.

Pada tahun 1911, dua kelompok penjelajah memulai misi untuk mencapai Kutub Selatan. Meskipun dengan strategi yang berbeda, para pemimpin mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu mencatat sejarah. Kisah dua tim ini dapat memberikan gambaran kepada kita tentang hukum navigasi.

Salah satu kelompok dipimpin oleh penjelajah asal Norwegia, Roald Amundsen. Ironisnya, Amundsen awalnya tidak bermaksud pergi ke Antartika. Keinginannya adalah menjadi orang pertama yang mencapai Kutub Utara. Namun, ketika ia mengetahui bahwa Robert Peary telah lebih dulu mencapai sana, Amundsen mengubah tujuannya dan memutuskan untuk menuju ujung lain bumi. Baik di utara maupun di selatan, ia tahu bahwa perencanaannya akan berhasil. Sedangkan tim lainnya dipimpin oleh Robert Falcon Scott, seorang perwira angkatan laut Inggris yang sebelumnya melakukan penjelajahan di daerah Antartika.

Amundsen memetakan rute perjalanan timnya dengan hati-hati. Sebelum timnya memulai perjalanan, Amundsen menyusun rencana dengan detail yang teliti. Ia mempelajari metode para penduduk Eskimo dan penjelajah Artik yang berpengalaman lainnya, lalu menentukan bahwa cara terbaik adalah mengangkut peralatan dan perbekalan mereka dengan kereta luncur yang ditarik anjing. Saat ia mengumpulkan timnya, ia memilih penyki – penjinak, penggembala, atau pawang anjing penarik beban – yang ahli dan berpengalaman. Strateginya sederhana. Anjing-anjing akan melakukan sebagian besar pekerjaan saat mereka menempuh jarak 25 hingga 35 kilometer dalam waktu enam jam setiap hari. Hal itu akan memberikan waktu cukup bagi anjing dan para anggota tim untuk beristirahat setiap hari untuk perjalanan keesokan harinya.

Perencanaan matang dan perhatian Amundsen terhadap berbagai hal detail sungguh luar biasa. Ia mengkalkulasi jumlah perbekalan yang harus dibawa dengan tepat. Dengan cara itu, mereka tidak perlu membawa perbekalan terlalu banyak dalam perjalanan pergi dan kembali. Ia juga melengkapi timnya dengan peralatan terbaik yang ada. Amundsen telah mempertimbangkan setiap aspek perjalanan dengan seksama, merencanakannya dengan matang, dan hasilnya memuaskan. Masalah terburuk yang mereka alami dalam perjalanan tersebut adalah gigi yang terinfeksi yang harus dikeluarkan dari salah seorang anggota tim.

Di sisi lain, Scott melanggar hukum navigasi. Tim ekspedisi Scott merupakan kebalikan dari Amundsen. Alih-alih menggunakan kereta luncur anjing, Scott memutuskan untuk menggunakan kereta luncur bermotor dan kuda. Masalah mereka dimulai ketika mesin kereta luncur berhenti berfungsi hanya lima hari setelah memulai perjalanan. Kuda-kuda juga tidak bertahan dengan baik di suhu dingin yang ekstrem. Ketika mereka mencapai kaki Gunung Transantartika, semua hewan malang tersebut harus dibunuh. Akibatnya, anggota tim sendiri yang harus menarik kereta luncur seberat 100 kg. Itu adalah pekerjaan yang melelahkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *