Leadership

Hukum Navigasi dalam Kepemimpinann (5)

Sehubungan dengan hukum navigasi dalam kepemimpinan, John C. Maxwell membagikan pengalaman pembelajarannya mengenai tema ini. Dia juga berbagi beberapa tips dan langkah praktis yang mungkin bisa diterapkan dalam keseharian Anda ketika menavigasi atau memandu anak buah Anda di organisasi.

Menurut Maxwel, ia pernah berada dalam sebuah kondisi yang membuatnya benar-benar paham tentang nilai penting kemampuan mengarahkan orang lain dalam konteks organisasi. Saat itu ia berumur dua puluh delapan tahun, dan ia didapuk memimpin organisasi pengurus gereja di Lancaster, Ohio, yang kebetulan merupakan gereja keduanya. Sebelum kedatangannya di sana pada tahun 1972, pertumbuhan jemaat gereja tidak terlalu pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tetapi pada tahun 1975, pertumbuhan jemaat meningkat dari empat ratus menjadi lebih dari seribu jemaat. Maxwel paham bahwa jemaat bisa terus bertumbuh dan menjangkau lebih banyak orang, tetapi hanya jika gereja membangun auditorium baru.

Kabar baiknya adalah Maxwel sudah memiliki pengalaman dalam membangun dan merelokasi karena ia bergabung dalam organisasi gereja pertamanya saat gereja itu melalui proses tersebut. Kabar buruknya adalah proyek yang pertama sangat kecil dibandingkan dengan yang kedua. Untuk memberi Anda gambaran tentang perbedaannya, ruang ganti di kamar bayi di Lancaster akan lebih besar dari seluruh tempat kudus di gedung asli gereja pertamanya! Itu akan menjadi proyek jutaan dolar, lebih dari dua puluh kali lebih besar dari proyek di gereja pertamanya. Tetapi bahkan itu bukanlah hambatan terbesar.

Tepat sebelum Maxwel bergabung di gereja keduanya, telah terjadi perdebatan besar-besaran mengenai proposal bangunan lain, dan perdebatannya sangat sengit, memecah belah, dan menimbulkan banyak kepahitan. Untuk alasan itu, ia memahami bahwa ia akan mengalami penentangan yang sesungguhnya terhadap kepemimpinannya untuk pertama kalinya. Terdapat ombak yang ganas di depan, Maxwel menyadari adanya sebuah tanggung jawab besar di pundaknya, jika dia sebagai pemimpin tidak mengarahkan organisasinya dengan baik, dia bisa menenggelamkan kapal organisasinya tersebut.

Ketika itu, Maxwel mengembangkan strategi yang sudah ia gunakan berulang-ulang dalam kepemimpinannya. Sebuah cetak biru yang menjadi pegangannya saat ia bersiap untuk menavigasi orang-orang yang berada di bawah koordinasinya. Strategi itu adalah: tentukan terlebih dahulu jalur tindakan, Tentukan tujuan yang ingin dicapai, sesuaikan prioritas, beri tahu personel kunci, berikan waktu untuk proses penerimaan, menuju aksi, antisipasi adanya masalah, selalu tunjukkan kesuksesan yang sudah dicapai, dan Lakukan peninjauan harian pada perencanaan yang telah disusun sebelumnya.

Saat itu, Maxwel tahu persis dan yakin dengan apa tindakan yang harus dilakukan. Jika gereja ingin terus berkembang, pengurus perlu membangun auditorium baru. Maxwel telah melihat setiap kemungkinan alternatif, dan ia tahu itulah satu-satunya solusi yang layak. Tujuan Maxwel adalah merancang dan membangun fasilitas, memberesi pembiayaannya dalam sepuluh tahun, dan menyatukan semua orang dalam prosesnya. Dia juga tahu penyesuaian terbesar bagi pengurus gereja akan datang dari bidang keuangan, karena proyek itu akan membuat anggaran pengurus gereja menjadi berbalik arah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *