Hukum Navigasi dalam Kepemimpinann (3)
Kepemimpinan membutuhkan kemampuan dalam memandu. Ini tercermin dalam kisah perlombaan penjelajahan kutub di tahun 1911 yang dilakukan oleh Roald Amundsen dan Robert Falcon Scott. Scott yang dalam prosesnya tidak melakukan navigasi dengan baik, harus mengakui keunggulan tim Roald Amundsen. Selain itu dalam perjalanan kembali menuju base camp satu per satu anggota tim Scott harus meninggal.
Scott dan dua anggota tim terakhirnya hanya mencapai sedikit lebih ke utara dari titik perisirahatan terakhirnya sebelum akhirnya menyerah. Perjalanan pulang telah berlangsung selama dua bulan, dan mereka masih berjarak 100 km dari base camp mereka. Di situlah mereka meninggal.
Kita mengetahui kisah tim ini hanya karena mereka menghabiskan waktu terakhir dengan menulis di dalam jurnal mereka. Beberapa kata terakhir Scott adalah, “Kami akan mati sebagai seorang pria. Menurut saya perjuangan ini akan menunjukkan bahwa semangat keberanian dan kekuatan untuk bertahan tidak hilang dari ras kita.”
Scott memiliki keberanian, tetapi tidak memiliki kepemimpinan. Karena ia tidak mampu menjalani Hukum Navigasi, ia dan para pendampingnya mati.
Para navigator atau pemandu yang baik melihat perjalanannya dengan cara pandang yang jauh ke depan. Direktur utama General Electric yang dinilai sukses, Jack Welch, menyatakan bahwa “seorang pemimpin yang baik tetap fokus. Mengendalikan arah perjalanan timnya dengan baik bukannya malah dikendalikan oleh perjalanan tersebut.”
Welch benar, tetapi pemimpin yang menavigasi melakukannya lebih dari sekadar mengendalikan arah perjalanannya dan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin itu mampu melihat seluruh perjalanan dalam pikirannya sebelum ia berangkat. Pemimpin itu memiliki visi terkait tujuannya, dia memahami apa yang diperlukan untuk mencapainya. Pemimpin yang baik tahu siapa yang dibutuhkan dalam tim demi mencapai kesuksesan, dan mereka mengenali rintangan jauh sebelum muncul di cakrawala.
Leroy Eims, penulis buku “Be the Leader You Were Meant to Be”, menulis, “Seorang pemimpin adalah orang yang melihat lebih banyak dari yang dilihat orang lain, yang melihat lebih jauh dari yang dilihat orang lain, dan yang melihat paling dahulu sebelum yang lain melakukannya.” Semakin besar organisasi, pemimpin harus mampu melihat ke depan semakin jelas. Ini sesuatu yang seharusnya terjadi karena ukuran organisasi yang besar membuat koreksi tengah jalan menjadi lebih sulit. Dan jika terjadi kesalahan, banyak orang yang terpengaruh dibandingkan ketika Anda bepergian sendirian atau hanya dengan beberapa orang.
Bencana yang dialami oleh kapal Titanic, yang kemudian dituangkan dalam film bergenre tragedi romantis dengan judul yang sama dengan nama kapal itu, merupakan contoh yang baik dari jenis masalah tersebut. Kru tidak dapat melihat cukup jauh ke depan agar bisa benar-benar menghindari gunung es, dan mereka tidak dapat melakukan manuver yang cukup untuk mengubah arah setelahnya karena ukuran kapal, yang merupakan yang terbesar yang pernah dibangun pada saat itu. Akibatnya, lebih dari seribu orang kehilangan nyawanya.