Lean Thinking: Pemikiran Berorientasi Efisiensi (1)

Lean thinking merupakan serangkaian sistem dan nilai yang dapat diterapkan pada berbagai konteks bisnis untuk meningkatkan efisiensi dan meminimalkan pemborosan. Mulanya merupakan sebuah konsep rekayasa, ide pemikiran ini berawal dari masa-masa awal perkembangan teknologi produksi mobil. Lean thinking terus menyumbangkan cara yang bermanfaat bagi para insinyur ketika memikirkan bagaimana memperbaiki suatu proses.

Konsep pemikiran ini sangat erat kaitannya dengan Toyota. Pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II, para insinyur perusahaan ini mengembangkan pendekatan cara berpikir baru, mengalihkan fokus mereka dari mesin sebagai sebuah unit individual, berganti fokus pada aliran proses secara keseluruhan. Dengan membuat beberapa perbaikan kecil pada alur kerja, mereka menciptakan jalur perakitan yang menghasilkan lebih banyak variasi produk dengan lebih efisien, dan tanpa penurunan kualitas. Sistem Produksi Toyota masih dianggap menjadi salah satu mercusuar pemikiran yang berorientasi efisiensi ini.

Prinsip-prinsip lean thinking sudah banyak dibahas di sejumlah buku yang cukup populer, terutama di sebuah buku berjudul Lean Thinking: Banish Waste and Create Wealth in Your Corporation , oleh Daniel T. Jones dan James P. Womack. Dalam karya ini, penulis menunjukkan lima konsep sentral dalam kerangka pemikiran lean thinking.

Secara singkat prinsip-prinsip itu antara lain: Nilai, Aliran nilai, Proses yang mengalir, Menggunakan sistem Pull, dan Kesempurnaan

Prinsip-prinsip ini berfungsi selayaknya peta penuntun arah dalam memaksimalkan nilai sembari meminimalkan pemborosan. Prinsip-prinsip tersebut juga sesuai bila diterapkan pada sejumlah besar industri. Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dekat tentang lima prinsip lean thinking satu demi satu.

Prinsip pemikiran lean thinking ke-1: Nilai

Langkah pertama dalam proses lean thinking adalah mengidentifikasi nilai. Nilai dapat didefinisikan dengan sangat sederhana sebagai apa yang bersedia dibayar oleh pelanggan.

Mengidentifikasi nilai berarti menunjukkan dengan tepat kebutuhan pengguna akhir suatu produk. Kebutuhan ini mungkin aktual atau laten, dan dalam beberapa kasus pelanggan bahkan mungkin tidak tahu apa kebutuhan mereka. Hal ini terutama berlaku jika menyangkut teknologi baru atau mutakhir, yang terkadang memberikan layanan atau mengatasi masalah yang tidak disadari oleh pelanggan.

Sejumlah perangkat dapat digunakan untuk membantu mendefinisikan nilai, dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang apa sebenarnya yang membuat pelanggan mau mengeluarkan uangnya. Beberapa contoh perangkat tersebut antara lain sebagai berikut: Survei konsumen, Riset demografi, atau Grup fokus. Sedangkan analisis web khusus digunakan untuk menentukan apa yang dicari pelanggan secara online. Persona pembeli kemudian digunakan untuk mengkonsolidasikan informasi yang telah diperoleh dari penggunaan perangkat sebelumnya; mengidentifikasi profil mayoritas pelanggan.

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif ini, bisnis akan mendapatkan wawasan seputar nilai produknya. Bisnis dapat menentukan jenis produk dan fitur apa yang dicari pelanggan, bagaimana pelanggan menginginkan produk atau fitur tersebut ditawarkan, dan seberapa banyak pelanggan bersedia membayar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *